Jumat, 02 Oktober 2015

Filariasis

Filariasis adalah penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di wilayah tropika seluruh dunia. Penyebabnya adalah sekelompok cacing parasit nemtoda yang tergolong superfamilia Filarioidea yang menyebabkan infeksi sehingga berakibat munculnya edema. Gejala yang umum terlihat adalah terjadinya elefantiasis, berupa membesarnya tungkai bawah (kaki) dan kantung zakar (skrotum), sehingga penyakit ini secara awam dikenal sebagai penyakit kaki gajah. Walaupun demikian, gejala pembesaran ini tidak selalu disebabkan oleh filariasis.

Filariasis biasanya dikelompokkan menjadi tiga macam, berdasarkan bagian tubuh atau jaringan yang menjadi tempat bersarangnya: filariasis limfatik, filariasis subkutan (bawah jaringan kulit), dan filariasis rongga serosa (serous cavity). Filariasis limfatik disebabkan Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori[1]. Gejala elefantiasis (penebalan kulit dan jaringan-jaringan di bawahnya) sebenarnya hanya disebabkan oleh filariasis limfatik ini. B. timori diketahui jarang menyerang bagian kelamin, tetapi W. bancrofti dapat menyerang tungkai dada, serta alat kelamin. Filariasis subkutan disebabkan oleh Loa loa (cacing mata Afrika), Mansonella streptocerca, Onchocerca volvulus, dan Dracunculus medinensis (cacing guinea). Mereka menghuni lapisan lemak yang ada di bawah lapisan kulit. Jenis filariasis yang terakhir disebabkan oleh Mansonella perstans dan Mansonella ozzardi, yang menghuni rongga perut. Semua parasit ini disebarkan melalui nyamuk atau lalat pengisap darah, atau, untuk Dracunculus, oleh kopepoda (Crustacea).

Selain elefantiasis, bentuk serangan yang muncul adalah kebutaan Onchocerciasis akibat infeksi oleh Onchocerca volvulus dan migrasi microfilariae lewat kornea. Filariasis ditemukan di daerah tropis Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, dengan 120 juta manusia terjangkit. WHO mencanangkan program dunia bebas filariasis pada tahun 2020.

Catatan kaki
^ Kedua genus ini dulu dikelompokkan dalam genus yang sama: Filaria

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/19/Filariasis_01.png/
Daur hidup Wuchereria bancrofti.


Zoonosis

Zoonosis adalah infeksi yang ditularkan di antara hewan vertebrata dan manusia atau sebaliknya [1]. Zoonosis mendapat perhatian secara global dalam beberapa tahun terakhir baik mengenai epidemiologi, mekanisme transmisi penyakit dari hewan ke manusia, diagnosa, pencegahan dan kontrol [2].

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/7e/Siklus_hidup_taenia.jpg/
Siklus hidup cacing Taenia (penyebab penyakit zoonotik: taeniasis/sistiserkosis) menunjukkan bahwa penyakit dapat menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya


Jenis


Berdasarkan Reservoir

Ada dua jenis zoonosis berdasarkan reservoirnya [3][1]
  1. Antropozoonosis: penyakit yang dapat secara bebas berkembang di alam di antara hewan liar maupun domestik. Manusia hanya kadang terinfeksi dan akan menjadi titik akhir dari infeksi. Pada jenis ini, manusia tidak dapat menularkan kepada hewan atau manusia lain. Berbagai penyakit yang masuk dalam golongan ini yaitu Rabies,Leptospirosistularemia, dan hidatidosis[1]
  2. Zooantroponosis: zoonosis yang berlangsusng secara bebas pada manusia atau merupakan penyakit manusia dan hanya kadang-kadang saja menyerang hewan sebagai titik terakhir. Termasuk dalam golongan ini yaitu tuberkulosis tipe humanus disebabkan oleh Mycobacterium tubercullosis, amebiasis dan difteri.[1]
  3. Amphixenosis: zoonosis dimana manusia dan hewan sama-sama merupakan reservoir yang cocok untuk agen penyebab penyakit dan infeksi teteap berjalan secara bebas walaupun tanpa keterlibatan grup lain (manusia atau hewan). Contoh: Staphylococcosis, Streptococcosis.[1]

Berdasarkan kejadiannya

Perubahan-perubahan besar dunia yang saat ini terjadi telah memicu terjadinya emerging dan re-emerging zoonosis [4]Emerging zoonosis memiliki definisi yang secara umum mencakup salah satu dari tiga situasi penyakit zoonotik seperti
  1. agen patogen yang telah diketahui muncul pada suatu area baru [4]
  2. agen patogen yang telah diketahui atau yang berkerabat dekat terjadi pada spesies yang tidak peka atau [4]
  3. agen patogen yang tidak atau belum diketahui terdeteksi untuk pertama kali [4].
Sedangkan re-emerging zoonoses adalah suatu penyakit zoonotik yang pernah mewabah dan sudah mengalami penurunan intensitas kejadian namun mulai menunjukkan peningkatan kembali [5]. Faktor-faktor yang memicu emerging dan re-emerging zoonosis yaitu [5]
  1. perubahan ekologi
  2. perubahan demografi dan perilaku manusia
  3. perjalanan dan perdagangan internasional
  4. kemajuan teknologi dan industri
  5. adaptasi dan perubahan mikroorganisme
  6. penurunan perhatian pada tindakan-tindakan kesehatan masyarakat dan pengendalian
  7. perubahan pada individu inang, misalnya imunodefisiensi.

Penularan Zoonosis

Penularan zoonosis antara lain terjadi melalui makanan (foodborne), udara (airborne) dan kontak langsung dengan hewan sakit [1]. Bahaya biologis pangan yang dapat menyebabkan zoonosis yaitu:

Referensi

  1. ^ a b c d e f g Soejodono, Roso (2004). Zoonosis. Bogor: Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
  2. ^ Acha, PN; Szyfres B (2003). Zoonoses and Communicable Diseases Common to Man and Animals 3rd Edition Volume III Parasitoses. Washington: Pan American Health Organization.
  3. ^ Krauss,, H; A. Weber, M. Appel, B. Enders, A. v. Graevenitz, H. D. Isenberg, H. G. Schiefer, W. Slenczka, H. Zahner (2003). Zoonoses. Infectious Diseases Transmissible from Animals to Humans 3rd Edition, 456 pages. Washington DC: American Society for Microbiology. ISBN 1-55581-236-8.
  4. ^ a b c d Brown, C (2004). "Emerging Zoonoses and Pathogens of Public Health Significance-an overview". Re Sci Tech Off Int Epiz 23 (2): 435–442.
  5. ^ a b Morse, SS (2004). "Factors and Determinants of Disease Emergence". Rev. Sci. Tech. Office Internationale de Epizootica 23: 443–451.
  6. ^ a b c (Inggris) Cliver, D. O., S. M. Matsui, dan M. Casteel. 2006. Infections with Viruses and Prions. Di dalam: H. P. Riemann dan D. O. Cliver, Editor. Foodborne Infections and Intoxications. Amsterdam: Elsevier. Halaman 367-416.
  7. ^ Kusumamihardja, S. 1992. Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak Piaraan di Indonesia. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar