Mencuci tangan
Mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi
dengan membersihkan tangan dan jari jemari dengan menggunakan air
ataupun cairan lainnya oleh manusia dengan tujuan untuk menjadi bersih,
sebagai bagian dari ritual keagamaan, ataupun tujuan-tujuan lainnya.
Perilaku mencuci tangan berbeda dengan perilaku cuci tangan yang merujuk pada kata kiasan.
Mencuci tangan baru dikenal pada akhir abad ke 19 dengan tujuan
menjadi sehat saat perilaku dan pelayanan jasa sanitasi menjadi penyebab
penurunan tajam angka kematian dari penyakit menular yang terdapat pada
negara-negara kaya (maju). Perilaku ini diperkenalkan bersamaan dengan
ini isolasi dan pemberlakuan teknik membuang kotoran yang aman dan
penyediaan air bersih dalam jumlah yang mencukupi.
Daftar isi
Macam-macam cara mencuci tangan
Mencuci tangan dengan air
Ritual mencuci tangan di dunia dipraktikan sebagai bagian dari budaya maupun praktik keagamaan. Dalam agama Hindu terdapat ritual mencuci tangan Bahá'í, dalam agama Yahudi dinamakan tevilah dan netilat yadayim. Praktek yang mirip adalah ritual lavabo untuk agama Kristen, wudhu untuk agama Islam, dan Misogi di kuil Shinto.
Di beberapa rumah makan di Indonesia seperti rumah makan Padang, rumah makan Sunda,
atau warung-warung makan lainnya dimana mengonsumsi makanan dirasakan
lebih umum dengan menggunakan tangan langsung (tanpa alat makan seperti
sendok dan garpu), penjual kadang-kadang menyediakan wadah berupa
mangkuk kecil berisi air (sering juga disebut dengan kobokan)
untuk mencuci tangan disertai dengan irisan jeruk nipis untuk
menghilangkan bau sesudah makan. Praktek mencuci tangan yang dianjurkan
pada umumnya adalah dilakukan dibawah air yang mengalir, karena air
dalam keadaan diam dan digunakan untuk mencuci tangan yang kotor bisa
menjadi tempat sup kuman karena berkumpulnya kotoran yang mungkin
mengandung kuman penyakit di satu tempat dan menempel lagi saat tangan
diangkat dari wadah mencuci tangan tersebut.
Mencuci tangan dengan air panas
Walaupun ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa mencuci tangan
dengan air panas lebih efektif untuk membersihkan tangan, namun pendapat
ini tidak disertai dengan pembuktian ilmiah. Temperatur dimana manusia
dapat menahan panas air tidak efektif untuk membunuh kuman. Beberapa
pendapat lain menyatakan bahwa air panas dapat membersihkan kotoran,
minyak, ataupun zat-zat kimia, namun pendapat populer ini sebenarnya
tidak terbukti, air panas tidak membunuh mikro organisme. Temperatur
yang nyaman untuk mencuci tangan adalah sekitar 45 derajat celsius, dan
temperatur ini tidak cukup panas untuk membunuh mikro organisme apapun.
Namun temperatur yang jauh lebih panas (umumnya sekitar 100 derajat
celsius) memang dapat membunuh kuman. Tidak efektifnya temperatur air
untuk membunuh kuman juga dinyatakan dalam prosedur standar mencuci
tangan untuk operasi medis dimana air keran dibiarkan mengalir deras
hingga 2 galon per menit dan kederasan air inilah yang membersihkan
kuman, sementara tinggi rendahnya temperaturnya tidak signifikan
Mencuci tangan dengan sabun
Mencuci tangan dengan sabun adalah praktik mencuci tangan yang paling
umum dilakukan setelah mencuci tangan dengan air saja. Walaupun
perilaku mencuci tangan dengan sabun diperkenalkan pada abad 19 dengan
tujuan untuk memutus mata rantai kuman, namun pada praktiknya perilaku
ini dilakukan karena banyak hal di antaranya, meningkatkan status
sosial, tangan dirasakan menjadi wangi, dan sebagai ungkapan rasa sayang
pada anak.
Pada fasilitas-fasilitas kesehatan seperti rumah sakit,
mencuci tangan bertujuan untuk melepaskan atau membunuh patogen
mikroorganisme (kuman) dalam mencegah perpindahan mereka pada pasien.
Penggunaan air saja dalam mencuci tangan tidak efektif untuk
membersihkan kulit karena air terbukti tidak dapat melepaskan lemak,
minyak, dan protein dimana zat-zat ini merupakan bagian dari kotoran
organik. Karena itu para staf medis, khususnya dokter bedah, sebelum
melakukan operasi diharuskan mensterilkan tangannya dengan menggunakan
antiseptik kimia dalam sabunnya (sabun khusus atau sabun anti mikroba)
atau deterjen [2] [3].
Untuk profesi-profesi ini pembersihan mikro organisme tidak hanya
diharapkan "hilang" namun mereka harus bisa memastikan bahwa mikro
organisme yang tidak bisa "bersih" dari tangan, mati, dengan zat kimia
antiseptik yang terkandung dalam sabun. Aksi pembunuhan mikroba ini
penting sebelum melakukan operasi dimana mungkin terdapat
organisme-organisme yang kebal terhadap antibiotik.Mencuci tangan dengan cairan
Pada akhir tahun 1990an dan awal abad ke 21, diperkenalkan cairan alkohol untuk mencuci tangan (juga dikenal sebagai cairan pencuci tangan, antiseptik, atau sanitasi tangan) dan menjadi populer. Banyak dari cairan ini berasal dari kandungan alkohol atau etanol yang dicampurkan bersama dengan kandungan pengental seperti karbomer, gliserin, dan menjadikannya serupa jelly, cairan, atau busa untuk memudahkan penggunaan dan menghindari perasaan kering karena penggunaan alkohol. Cairan ini mulai populer digunakan karena penggunaannya yang mudah, praktis karena tidak membutuhkan air dan sabun.
Penggunaan cairan sanitasi tangan berbentuk jel dan berbahan dasar
alkohol dalam sebuah penelitian di Amerika pada 292 keluarga di Boston
menunjukkan bahwa cairan ini mengurangi kasus diare di rumah hingga 59 persen. Dr. Thomas J. Sandora, seorang dokter di Divisi Penyakit Menular pada RS Anak-anak Boston (Division of Infectious Diseases at Children's Hospital Boston) dan juga penulis untuk buku "Tangan Sehat, Keluarga Sehat" ("Healthy Hands, Healthy Families.")
mengemukakan bahwa penelitian ini adalah penelitian pertama yang
menunjukkan bahwa penggunaan cairan sanitasi tangan menunjukkan bahwa
perilaku ini mengurangi penyebaran kuman di rumah. Keluarga yang
direkrut untuk penelitian ini adalah keluarga yang menitipkan
anak-anaknya di tempat penitipan anak dan menunjukkan aktivitas mencuci tangan dengan sabun
dengan frekuensi yang sama saat direkrut untuk penelitian. Lalu separuh
dari keluarga itu diberikan cairan sanitasi tangan dan selebaran yang
memberitahu tentang pentingnya kebersihan tangan. Sementara separuhnya
lagi, befungsi sebagai kontrol dan menerima selebaran tentang nutrisi
dan diminta untuk tidak menggunakan cairan pencuci tangan. Hasilnya
keluarga yang menggunakan cairan sanitasi tangan mengindikasikan 59
persen angka diare yang lebih rendah dibandingkan kelompok yang berfungsi sebagai kontrol. Penelitian lain oleh Harvard Medical School dan RS Anak-anak Boston (Division of Infectious Diseases at Children's Hospital Boston) yang dipublikasikan pada bulan April 2005 menunjukkan efek perlindungan pada penderita ISPA
dalam keluarga yang menggunakan cairan sanitasi tangan atas inisyatif
mereka sendiri. Cairan sanitasi ini menjadi alternatif yang nyaman bagi
para orang tua yang tidak sempat berulangkali ke wastafel
untuk mencuci tangan mereka saat harus merawat anak mereka yang sakit.
Walaupun mencuci tangan dengan sabun dan air efektif untuk mengurangi
penyebaran sebagian besar infeksi namun untuk melakukannya dibutuhkan wastafel,
dan sebagai tambahan rotavirus (virus yang paling sering ditemukan
dalam kasus diare di tempat penitipan anak di Amerika), tidak dapat
dibersihkan secara efektif dengan sabun dan air, namun dapat dimatikan
dengan alkohol
Sesuai perkembangan zaman, dikembangkan juga cairan pembersih tangan
non alkohol. Namun apabila tangan benar-benar dalam keadaan kotor, baik
oleh tanah, darah, ataupun lainnya, maka penggunaan air dan sabun untuk
mencuci tangan lebih disarankan karena cairan pencuci tangan baik yang
berbahan dasar alkohol maupun non alkohol walaupun efektif membunuh
kuman cairan ini tidak membersihkan tangan, ataupun membersihkan
material organik lainnya.
Dalam perdebatan yang mana perilaku yang lebih efektif di antara
menggunakan cairan pembersih tangan atau mencuci tangan dengan sabun,
Wallace Kelly, Infection Control R.N. (Paramedik untuk Pengendalian Infeksi)
berpendapat bahwa keduanya efektif dalam membersihkan bakteria-bakteria
tertentu. Namun cairan pembersih tangan berbahan dasar alkohol tidak
efektif dalam membunuh bakteria yang lain seperti e-coli dan salmonela.
Karena alkohol tidak menghancurkan spora-spora namun dengan mencuci
tangan dengan sabun spora-spora tersebut terbasuh dari tangan.
Menurutnya metode terbaik adalah menentukan saat keadaan tidak
memungkinkan untuk mengakses air dan sabun, maka cairan pencuci tangan
jauh lebih baik daripada tidak menggunakan apapun.
Di Amerika Serikat
cairan pencuci tangan dilarang oleh Departemen Pemadam Kebakaran dari
sekolah-sekolah karena kekhawatiran bahwa cairan tersebut dapat
merangsang api menjadi besar, namun Rumah Sakit Tallahasee Memorial
Hospital diperbolehkan untuk menaruh cairan pencuci tangan dalam jumlah
tertentu. Cairan pencuci tangan yang disarankan adalah yang mengandung
paling sedikit 60 persen alkohol dan bahan pelembab
Cairan pembunuh kuman yang berbahan dasar alkohol tidak efektif untuk mematikan materi organik, dan virus-virus tertentu seperti norovirus, spora-spora bakteria tertentu, dan protozoa tertentu. Untuk membersihkan mikro organisme - mikro organisme tersebut tetap disarankan menggunakan sabun dan air.
Karena praktis, cairan-cairan pencuci tangan inipun mulai diproduksi dan diperkenalkan secara komersil.
Mencuci tangan dengan tisu basah
Tisu basah
diperkenalkan pada awalnya untuk membersihkan tidak hanya tangan,
tetapi juga kotoran bayi, permukaan meja, dan di AS dianjurkan untuk
peralatan rumah tangga laiinya. Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC)
(Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular) di Amerika serikat
sebayak 76 juta dari 300 juta orang yang tinggal di AS sakit setiap
tahunnya karena penyakit yang dibawa bersamaan dengan masuknya makanan.
Sebanyak 300.000 masuk rumah sakit dan dan setiap tahun 5.000 orang
meninggal dunia karena penyakit dibawa bersamaan dengan masuknya makanan
Tisu basah menjadi alternatif membersihkan tangan setelah mencuci
tangan dengan sabun karena lebih praktis dan tidak memerlukan air.
Beberapa tisu basah telah mengembangkan kandungan wewangian beralkohol,
atau anti bakteri, ataupun minyak almond untuk menjaga kulit tangan agar
tidak terasa kering. Namun menurut dr. Handrawan tisu basah tidak baik untuk mencuci tangan karena hanya mengembalikan kuman bolak-balik di tangan
Dalam beberapa kasus khusus, sebuah perusahaan di AS mengeluarkan
tisu basah yang berlabel Rediwipes yang menyatakan dapat membunuh 99.9
persen bakteri yang terdapat dirumah termasuk bakteri Salmonella dan E.
coli. Tisu ini dianjurkan untuk digunakan dalam membersihkan tangan dan
peralatan dapur lainnya sebelum masak agar mencegah kontaminasi bakteri
silang antara tangan, bahan masakan, dan peralatan dapur sehingga tidak
menyebar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar