Rabu, 16 Maret 2016

Manajemen Proyek

Manajemen proyek adalah sebuah disiplin keilmuan dalam hal perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan (menjalankan serta pengendalian), untuk dapat mencapai tujuan-tujuan proyek. Proyek adalah sebuah kegiatan yang bersifat sementara yang telah ditetapkan awal pekerjaannya dan waktu selesainya (dan biasanya selalu dibatasi oleh waktu, dan seringkali juga dibatasi oleh sumber pendanaan), untuk mencapai tujuan dan hasil yang spesifik dan unik dan pada umumnya untuk menghasilkan sebuah perubahan yang bermanfaat atau yang mempunyai nilai tambah. Proyek selalu bersifat sementara atau temporer dan sangat kontras dengan bisnis pada umumnya (Operasi-Produksi)  dimana Operasi-Produksi mempunyai sifat perulangan (repetitif), dan aktifitasnya biasanya bersifat permanen atau mungkin semi permanen untuk menghasilkan produk atau layanan (jasa/servis). Pada prakteknya, tipe manajemen pada kedua sistem ini sering berbeda, dengan kemampuan teknis dan keputusan manajemen strategis yang spesifik.
Tantangan utama sebuah proyek adalah mencapai sasaran-sasaran dan tujuan proyek dengan menyadari adanya batasan-batasan yang telah dipahami sebelumnya.   Pada umumnya batasan-batasan itu adalah ruang lingkup pekerjaan, waktu pekerjaan dan anggaran pekerjaan. Dan hal ini biasanya disebut dengan "triple constrains" atau "tiga batasan". Dengan semakin meningkatnya kesadaran akan harkat dan martabat individu dalam menjalankan proyek, maka batasan ini kemudian berkembang dengan ditambahkan dengan batasan keempat yaitu faktor keselamatan. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana mengoptimasikan dan pengalokasian semua sumber daya dan mengintegrasikannya untuk mencapai tujuan proyek yang telah ditentukan.

Sejarah

Tidak ditemukan sumber yang pasti mengenai bagaimana sejarah manajemen proyek yang sebenarnya. Namun, bukti terhadap diimplementasikannya ilmu manajemen proyek sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya piramid raksasa di kota Mesir. Piramida yang secara umum merupakan sebuah bangunan yang berfungsi sebagai makam raja-raja dan juga sebagai sarana tempat peribadahan, merupakan bukti yang paling menakjubkan dari penerapan ilmu manajemen proyek pada masa lalu. Pembangunan piramid yang tidak dilakukan sembarangan membuktikan bahwa desain dari setiap sudut bangunan diperhitungkan dengan sangat teliti. Hampir setiap piramid dibangun dengan memperhitungkan jarak piramid dengan matahari, karena matahari merupakan elemen terpenting bagi kehidupan masyarakat kuno. Pembangunan piramid ini tidak mungkin dapat terlaksana jika tidak ada orang yang melakukan perencanaan, pengorganisasian dan menggerakkan para pekerja serta melakukan pengontrolan dalam pembangunannya. Dan sejarah pun mencatat bahwa bangsa Indonesia juga mempunyai catatan gemilang dalam Manajemen Proyek, salah satunya adalah Borobudur yang dibangun pada kurun waktu antara 760 dan 830 AD pada masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah.
Sebagai sebuah dispilin keilmuan, Manajemen Proyek dikembangkan dari beberapa bidang aplikasi termasuk didalamnya konstruksi sipil, teknik rekayasa, dan juga aktivitas di bidang HANKAM (pertahanan-keamanan)  Manajemen Proyek telah diterapkan dari awal perabadan manusia. Di antaranya misalnya Vitruvius (1 abad SM), Christopher Wren (1632-1723), Thomas Telford (1757-1834) dan Isambard Kingdom Brunel (1806-1859).
Kemudian baru pada tahun 1900 an Manajemen Proyek dengan proses sistematiknya diterapkan pada proyek rekayasa yang kompleks. Dua tokoh yang fenomenal dari manajemen proyek. Adalah Henry Gantt, disebut ayah dari teknik perencanaan dan kontrol   yang terkenal dengan penggunaan tentang Gantt chart sebagai alat manajemen proyek;. dan kemudian Henri Fayol untuk ciptaan-Nya dari 5 fungsi manajemen yang membentuk dasar dari tubuh pengetahuan yang terkait dengan proyek dan manajemen program   Gantt dan Fayol, keduanya adalah mahasiswa Frederick Winslow Taylor untuk memperdalam teori manajemen ilmiah. Karyanya adalah pelopor alat manajemen proyek modern termasuk rincian struktur kerja (WBS - Work Breakdown Structure) dan alokasi sumber daya.
Tahun 1950 menandai awal era Manajemen Proyek modern datang bersama-sama dengan bidang Rekayasa Teknis (Enjinering) sebagai satu kesatuan. Manajemen proyek menjadi dikenal sebagai suatu disiplin ilmu yang berbeda yang timbul dari disiplin ilmu manajemen dengan model rekayasa Di Amerika Serikat  Sebelum tahun 1950-an secara garis besar, proyek dikelola dengan menggunakan Grafik Gantt, sebagai suatu alat dan teknik informal. Pada saat itu, dua model penjadwalan proyek dengan model matematis sedang dikembangkan. Yang pertama adalah Metode Jalur Kritis (CPM - Critical Path Method) yang dikembangkan pada suatu proyek sebagai usaha patungan antara DuPont Corporation dan Remington Rand Corporation untuk mengelola proyek-proyek pemeliharaan tanaman. Dan yang kedua adalah "Evaluasi Program dan Tinjauan Teknik" (atau PERT - Program Evaluation and Review Technique), dikembangkan oleh Booz Allen Hamilton sebagai bagian dari Angkatan Laut Amerika Serikat (dalam hubungannya dengan Lockheed Corporation) dalam pengembangan Program rudal kapal selam Polaris; Perhitungan teknik matematis ini kemudian cepat menyebar ke perusahaan-perusahaan swasta untuk diterapkan. Dalam waktu yang sama, model penjadwalan-proyek juga sedang dikembangkan, teknik menghitung biaya proyek, manajemen biaya, dan ekonomi teknik terus berkembang, dengan kepeloporannya oleh Hans Lang dan lain-lain.
Pada tahun 1956, American Association of Cost Engineers (AACE), yang sekarang disebut AACE Internasional; Asosiasi Internasional untuk ahli Teknik Biaya yang pada awalnya dibentuk oleh praktisi manajemen proyek dan spesialisasi terkait dengan perencanaan dan penjadwalan, perkiraan biaya , dan pengenadalian jadwal proyek (Pengendali Proyek - Project Control). AACE terus bekerja sebagai perintis dan pada tahun 2006 pertama kali merilis proses yang terintegrasi untuk manajemen portofolio, program dan proyek (Total Cost Management Framework). AACE meneawarkan beberapa sertifikasi seperti CCE, PSP dan lain sebagainya.
Pada tahun 1967, International Project Management Association (IPMA) didirikan di Eropa, sebagai sebuah federasi dari beberapa asosiasi manajemen proyek nasional. IPMA memelihara struktur federal hari ini dan sekarang termasuk asosiasi anggota pada setiap benua kecuali Antartika. IPMA menawarkan Sertifikasi Tingkat Empat program yang berdasarkan Baseline IPMA Kompetensi (ICB). ICB ini mencakup kompetensi teknis, kompetensi kontekstual, dan kompetensi perilaku.
Pada tahun 1969, Project Management Institute (PMI) dibentuk di Amerika Serikat.PMI menerbitkan buku Panduan yang sering disebut dengan PMBOK Guide (Project Management Body of Knowledge Guide), yang menggambarkan praktek manajemen proyek yang umum untuk "hampir semua proyek dan hampir semua waktu". PMI juga menawarkan beberapa sertifikasi seperti PMP, CAMP dan lain sebagainya.
Di Indonesia sendiri Manajemen Proyek berkembang pada era tahun 1970-1990 an diawali dengan semakin banyaknya berkembang proyek-proyek infrastruktur yang banyak memerlukan profesional di bidang Manajemen Proyek. Salah satunya yang berdiri pertama kali adalah Project Management Institut Chapter Jakarta (yan sekarang disebut PMI - Indonesia). PMI Indonesia didirikan pada tahun 1996 dan merupakan organisasi yang didedikasikan untuk meningkatkan, konsolidasi dan penyaluran manajemen proyek Indonesia dan bekerja untuk pengembangan pengetahuan dan keahlian untuk kepentingan semua stakeholder. Organisasi ini adalah salah satu cabang dari Project Management Institute (PMI), sebuah organisasi, nirlaba profesional di seluruh dunia terkemuka.
Dan pada tanggal 16 Juli 1999 didirikanlah Ikatan Ahli Manajemen Proyek Indonesia (IAMPI) yang merupakan asosiasi dari para Ahli Manajemen Proyek Indonesia dan didirikan di Jakarta, sebagai salah satu asosiasi profesi anggota LPKJ. Lembaga IAMPI ini juga menawarakan sertifikasi yang betaraf nasional di Indonesia.
Dan terakhir adalah lembaga ITAPPI (Ikatan Tenaga Ahli Pengendali Proyek Indonesia) yang didirikan pada tahun 2008 dan merupakan organisasi profesional dengan bidang pengendali proyek (Project Control).

Proses

Pendekatan mengenai tahapan proyek secara umum adalah mengidentifikasi urutan langkah yang harus diselesaikan. Dalam "pendekatan tradisional" ini, lima komponen perkembangan proyek dapat dibedakan (empat tahap ditambah kontrol) dan ditambah lagi tahapan penyelesaian proyek, yang dapat juga dapat disebut "Siklus Kehidupan Proyek" (Project Life Cycle). Secara umum, siklus hidup proyek merupakan suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan bagaimana sebuah proyek direncanakan, dikontrol, dan diawasi sejak proyek disepakati untuk dikerjakan hingga tujuan akhir proyek tercapai. Terdapat lima tahap kegiatan utama yang dilakukan dalam siklus hidup proyek yaitu :
  • inisiasi;
  • perencanaan dan desain;
  • pelaksanaan dan konstruksi;
  • pemantauan dan sistem pengendalian;
  • penyelesaian.

Tahap Inisiasi

Tahap inisiasi proyek merupakan tahap awal kegiatan proyek sejak sebuah proyek disepakati untuk dikerjakan. Pada tahap ini, permasalahan yang ingin diselesaikan akan diidentifikasi. Beberapa pilihan solusi untuk menyelesaikan permasalahan juga didefinisikan. Sebuah studi kelayakan dapat dilakukan untuk memilih sebuah solusi yang memiliki kemungkinan terbesar untuk direkomendasikan sebagai solusi terbaik dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika sebuah solusi telah ditetapkan, maka seorang manajer proyek akan ditunjuk sehingga tim proyek dapat dibentuk.

Tahap Perencanaan dan Desain

Ketika ruang lingkup proyek telah ditetapkan dan tim proyek terbentuk, maka aktivitas proyek mulai memasuki tahap perencanaan. Pada tahap ini, dokumen perencanaan akan disusun secara terperinci sebagai panduan bagi tim proyek selama kegiatan proyek berlangsung. Adapun aktivitas yang akan dilakukan pada tahap ini adalah membuat dokumentasi project plan, resource plan, financial plan, risk plan, acceptance plan, communication plan, procurement plan, contract supplier dan perform phare review.

Tahap Eksekusi (Pelaksanaan proyek dan/atau Konstruksi)

Dengan definisi proyek yang jelas dan terperinci, maka aktivitas proyek siap untuk memasuki tahap eksekusi atau pelaksanaan proyek. Pada tahap ini, deliverables atau tujuan proyek secara fisik akan dibangun. Seluruh aktivitas yang terdapat dalam dokumentasi project plan akan dieksekusi.

Tahap Pemantaun dan sistem Pengendalian

Sementara kegiatan pengembangan berlangsung, beberapa proses manajemen perlu dilakukan guna memantau dan mengontrol penyelesaian deliverables sebagai hasil akhir proyek.

Tahap Penutupan

Tahap ini merupakan akhir dari aktivitas proyek. Pada tahap ini, hasil akhir proyek (deliverables project) beserta dokumentasinya diserahkan kepada pelanggan, kontak dengan supplier diakhiri, tim proyek dibubarkan dan memberikan laporan kepada semua stakeholder yang menyatakan bahwa kegiatan proyek telah selesai dilaksanakan. Langkah akhir yang perlu dilakukan pada tahap ini yaitu melakukan post implementation review untuk mengetahui tingkat keberhasilan proyek dan mencatat setiap pelajaran yang diperoleh selama kegiatan proyek berlangsung sebagai pelajaran untuk proyek-proyek dimasa yang akan datang.

Organisasi Proyek

Tahapan ini merupakan tahapan sebuah proyek sebelum kemudian ditutup (penyelesaian). Namun tidak semua proyek akan melalui setiap tahap, artinya proyek dapat dihentikan sebelum mereka mencapai penyelesaian. Beberapa proyek tidak mengikuti perencanaan terstruktur dan / atau proses pemantauan. Beberapa proyek akan melalui langkah 2, 3 dan 4 beberapa kali.
Banyak industri menggunakan variasi pada tahap-tahapan proyek ini. Sebagai contoh, ketika bekerja pada sebuah perencanaan desain dan konstruksi, proyek biasanya akan melalui tahapan dengan nama yang berbeda-beda seperti pada tahapan Perencanaan dengan nama: Pra-Perencanaan, Desain Konseptual, Desain Skema, Pengembangan Desain, Gambar Konstruksi (atau Dokumen Kontrak), dan/atau Administrasi Konstruksi.

Topik lainnya

Manajemen Proyek Konstruksi

Proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang sifatnya hanya dilakukan satu kali. Pada umumnya proyek konstruksi memiliki jangka waktu yang pendek. Di dalam rangkaian kegiatan proyek kontstruksi tersebut, biasanya terdapat suatu proses yang berfungsi untuk mengolah sumber daya proyek sehingga dapat menjadi suatu hasil kegiatan yang menghasilkan sebuah bangunan. Adapun proses yang terjadi dalam rangkaian kegiatan tersebut tentunya akan melibatkan pihak-pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan terlibatnya banyak pihak dalam sebuah proyek konstruksi maka hal ini dapat menyebabkan potensi terjadinya konflik juga sangat besar sehingga dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa proyek konstruksi sebenarnya mengandung konflik yang cukup tinggi juga.
Manajemen Konstruksi pada umumnya akan meliputi mutu fisik konstruksi, biaya dan waktu. manajemen material serta manjemen tenaga kerja. Pada prinsipnya, dalam manajemen konstruksi, manajemen tenaga kerja merupakan salah satu hal yang akan lebih ditekankan. Hal ini disebabkan manajemen perencanaan hanya berperan sekitar 20% dari rencana kerja proyek. Sisanya manajemen pelaksanaan termasuk didalamnya pengendalian biaya dan waktu proyek. Adapun fungsi dari manajemen konstruksi yaitu :
  1. Sebagai Quality Control sehingga dapat menjaga kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan
  2. Mengantisipasi terjadinya perubahan kondisi di lapangan yang tidak pasti serta mengatasi kendala terjadinya keterbatasan waktu pelaksanaan
  3. Memantau prestasi dan kemajuan proyek yang telah dicapai. Hal itu dilakukan dengan opname (laporan) harian, mingguan dan bulanan
  4. Hasil evaluasi dapat dijadikan tindakan dalam pengambilan keputusan terhadap masalah-masalah yang terjadi di lapangan
  5. Fungsi manajerial dari manajemen merupakan sebuah sistem informasi yang baik yang dapat digunakan untuk menganalisis performa dilapangan

Manajemen Waktu Proyek

Manajemen waktu proyek merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang manajer proyek. Manajemen waktu proyek dibutuhkan manajer proyek untuk memantau dan mengendalikan waktu yang dihabiskan dalam menyelesaikan sebuah proyek. Dengan menerapkan manajemen waktu proyek, seorang manajer proyek dapat mengontrol jumlah waktu yang dibutuhkan oleh tim proyek untuk membangun deliverables proyek sehingga memperbesar kemungkinan sebuah proyek dapat diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Terdapat beberapa proses yang perlu dilakukankan seorang manajer proyek dalam mengendalikan waktu proyek yaitu :
  1. Mendefinisikan aktivitas proyek
    Merupakan sebuah proses untuk mendefinisikan setiap aktivitas yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan proyek.
  2. Urutan aktivitas proyek
    Proses ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendokumentasikan hubungan antara tiap-tiap aktivitas proyek.
  3. Estimasi aktivitas sumber daya proyek
    Estimasi aktivitas sumber daya proyek bertujuan untuk melakukan estimasi terhadap penggunaan sumber daya proyek.
  4. Estimasi durasi kegiatan proyek
    Proses ini diperlukan untuk menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan proyek.
  5. Membuat jadwal proyek
    Setelah seluruh aktivitas, waktu dan sumber daya proyek terdefinisi dengan jelas, maka seorang manager proyek akan membuat jadwal proyek. Jadwal proyek ini nantinya dapat digunakan untu menggambarkan secara rinci mengenai seluruh aktivitas proyek dari awal pengerjaan proyek hingga proyek diselesaikan.
  6. Mengontrol dan mengendalikan jadwal proyek
    Saat kegiatan proyek mulai berjalan, maka pengendalian dan pengontrolan jadwal proyek perlu dilakukan. Hal ini diperlukan untuk memastikan apakah kegiatan proyek berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan atau tidak.
Setiap proses di atas setidaknya terjadi sekali dalam setiap proyek dan dalam satu atau lebih tahapan proyek. FWDNJK9QE2EJ

Manajemen Ruang Lingkup Proyek

Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang manajer proyek handal adalah kemampuan dalam melakukan manajemen ruang lingkup proyek. Dalam hal ini, seorang manajer proyek harus mampu memastikan bahwa seluruh aktivitas yang dilakukan dalam proyek adalah aktivitas yang berhubungan dengan proyek dan aktivitas tersebut telah memenuhi kebutuhan proyek. Dengan kata lain, manajemen ruang lingkup proyek memiliki fungsi untuk mendefinisikan serta mengendalikan aktivitas-aktivitas apa yang bisa dilakukan dan aktivitas-aktivitas apa saja yang tidak boleh dilakukan dalam menyelesaikan suatu proyek. Terdapat beberapa proses yang perlu dilakukan seorang manajer proyek dalam melakukan manajemen ruang lingkup proyek, yaitu :
  1. Perencanaan ruang lingkup proyek
    Pada tahap ini, manajer proyek akan mendokumentasikan bagaimana ruang lingkup proyek akan didefinisikan, diverifikasi, dikontrol dan menentukan bagaimana WBS akan dibuat serta merencanakan bagaimana mengendalikan perubahan akan ruang lingkup proyek.
  2. Mendefinisikan ruang lingkup proyek
    Pada tahap ini, ruang lingkup proyek akan didefinisikan secara terperinci sebagai landasan untuk pengambilan keputusan proyek dimasa depan.
  3. Membuat Work Breakdown Structure
    WBS merupakan pembagian deliverables proyek berdasarkan kelompok kerja. WBS dibutuhkan karena pada umumnya dalam sebuah proyek biasanya melibatkan banyak orang dan deliverables, sehingga sangat penting untuk mengorganisasikan pekerjaan-pekerjaan tersebut menjadi bagian-bagian yang lebih terperinci lagi.
  4. Melakukan verifikasi ruang lingkup proyek
    Tahap ini merupakan tahap dimana final project scope statement diserahkan kepada stakeholder untuk diverifikasi.
  5. Melakukan kontrol terhadap ruang lingkup proyek
    Dalam pelaksanaan proyek, tidak jarang ruang lingkup proyek mengalami perubahan. Untuk itu, perlu dilakukannya kontrol terhadap perubahan ruang lingkup proyek. Perubahan yang tidak terkendali, akan mengakibatkan meluasnya ruang lingkup proyek.

Kompetensi Yang Harus Dimiliki Seorang Manajer Proyek

Seorang manager proyek merupakan seorang professional dalam bidang manajemen proyek. Manajer proyek memiliki tanggung jawab untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan dan penutupan sebuah proyek yang biasanya berkaitan dengan bidang industri kontruksi, arsitektur, telekomunikasi dan informasi teknologi. Untuk menghasilkan kinerja yang baik, sebuah proyek harus dimanage dengan baik oleh manajer proyek yang berkualitas baik serta memiliki kompetensi yang disyaratkan. Seorang manajer proyek yang baik harus memiliki kompetensi yang mencakup unsur ilmu pengetahuan (knowledge), kemampuan (skill) dan sikap (attitude). Ketiga unsur ini merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan proyek. Sebuah proyek akan dinyatakan berhasil apabila proyek dapat diselesaikan sesuai dengan waktu, ruang lingkup dan biaya yang telah direncanakan. Manajer proyek merupakan individu yang paling menentukan keberhasilan / kegalan proyek. Karena dalam hal ini manajer proyek adalah orang yang memegang peranan penting dalam mengintegrasikan, mengkoordinasikan semua sumber daya yang dimiliki dan bertanggung jawab sepenuhnya atas kenberhasilan dalam pencapaian sasaran proyek. Untuk menjadi manajer proyek yang baik, terdapat 9 ilmu yang harus dikuasai. Adapun ke sembilan ilmu yang dimaksud antara lain :
  1. Manajemen Ruang Lingkup;
  2. Manajemen Waktu;
  3. Manajemen Biaya;
  4. Manajemen Kualitas;
  5. Manajemen Sumber Daya Manusia;
  6. Manajemen Pengadaan;
  7. Manajemen Komunikasi;
  8. Manajemen Resiko;
  9. Manajemen Integrasi.
Seorang manajer proyek yang baik juga harus mempersiapkan dan melengkapi kemampuan diri sendiri yang bisa diperoleh melalui kursus manajemen proyek. Adapun panduan referensi standart internasional yang kerap dipergunakan dalam bidang manajemen proyek adalam PMBOK (Project Management Body Of Knowledge). Setelah seorang manajer proyek dirasa cukup menguasai bidang pekerjaan yang sedang dijalani, maka disarankan untuk dapat mengambil sertifikasi manajemen proyek. Mereka yang berhasil mendapatkan sertifikasi ini akan memperoleh gelar PMP (Project Management Professional) dibelakang namanya sebagai bukti dimilikinya kemampuan terkait.

Tipe Organisasi di dalam Proyek

Proyek merupakan suatu kegiatan usaha yang kompleks, sifatnya tidak rutin, memiliki keterbatasan terhadap waktu, anggaran dan sumber daya serta memiliki spesifikasi tersendiri atas produk yang akan dihasilkan. Dengan adanya keterbatasan-keterbatasan dalam mengerjakan suatu proyek, maka sebuah organisasi proyek sangat dibutuhkan untuk mengatur sumber daya yang dimiliki agar dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang sinkron sehingga tujuan proyek bisa tercapai. Organisasi proyek juga dibutuhkan untuk memastikan bahwa pekerjaan dapat diselesaikan dengan cara yang efisien, tepat waktu dan sesuai dengan kualitas yang diharapkan.
Secara umum, terdapat 4 jenis organisasi proyek yang biasa digunakan dalam menyelesaikan suatu proyek. Adapun jenis-jenis organisasi proyek yang dimaksud antara lain :

Organisasi Proyek Fungsional

Dalam organisasi proyek fungsional, susunan organisasi proyek dibentuk dari fungsi-fungsi yang terdapat dalam suatu organisasi. Organisasi ini biasanya digunakan ketika suatu bagian fungsional memiliki kepentingan yang lebih dominan dalam penyelesaian suatu proyek. Top manajer yang berada dalam fungsi tersebut akan diberikan wewenang untuk mengkoordinir proyek. Adapun beberapa kelebihan yang terdapat dalam organisasi proyek ini antara lain proyek dapat diselesaikan dengan struktur dasar fungsional organisasi induk, memiliki fleksibilitas maksimum dalam penggunaan staf, adanya pembauran berbagai jenis keahlian bagi tiap-tiap fungsi serta peningkatan terhadap profesionalisme pada sebuah divisi fungsional. Sedangkan beberapa kelemahan yang ditemui dalam organisasi proyek fungsional antara lain proyek biasanya kurang fokus, terdapat kemungkinan terjadinya kesulitan integrasi antar tiap-tiap fungsi, biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama serta motivasi orang-orang yang terdapat dalam organisasi menjadi lemah.

Organisasi Proyek Tim Khusus

Dalam organisasi proyek tim khusus, organisasi akan membentuk tim yang bersifat independen. Tim ini bisa direkrut dari dalam dan luar organisasi yang akan bekerja sebagai suatu unit yang terpisah dari organisasi induk. Seorang manajer proyek full time akan ditunjuk dan diberi tanggung jawab untuk memimpin tenaga-tenaga ahli yang terdapat dalam tim. Adapun beberapa kelebihan yang terdapat dalam organisasi proyek tim khusus yakni tim akan terbentuk dengan bagian-bagian yang lengkap dan memiliki susunan komando tunggal sehingga tim proyek memiliki wewenang penuh atas sumber daya yang ada untuk mencapai sasaran proyek, sangat dimungkinkan ditanggapinya perubahan serta dapat diambil sebuah keputusan dengan tepat dan cepat karena keputusan tersebut dibuat oleh tim dan tidak menunda hierarki, status tim yang mandiri akan menumbuhkan identitas dan komitmen anggotanya untuk menyelesaikan proyek dengan baik, jalur komunikasi dan arus kegiatan menjadi lebih singkat, mempermudah koordinasi maupun integrasi personel serta orientasi tim akan lebih kuat kepada kepentingan penyelesaian proyek. Sedangkan beberapa kelemahan yang ditemukan dalam organisasi proyek ini adalah biaya proyek menjadi besar karena kurang efisien dalam membagi dan memecahkan masalah dalam penggunaan sumber daya, terdapat kecendrungan terjadinya perpecahan antara tim proyek dengan organisasi induk serta proses transisi anggota tim proyek untuk kembali ke fungsi semula jika proyek telah selesai akan terasa sulit karena telah meninggalkan departemen fungsionalnya dalam waktu yang lama.

Organisasi Proyek Matriks

Organisasi proyek matriks merupakan suatu organisasi proyek yang melekat pada divisi fungsional suatu organisasi induk. Pada dasarnya organisasi ini merupakan penggabungan kelebihan yang terdapat dalam organisasi fungsional dan organisasi proyek khusus. Beberapa kelebihan yang terdapat dalam bentuk organisasi ini yaitu manajer proyek bertanggung jawab penuh kepada proyek, permasalahan yang terjadi dapat segera ditindaklanjuti, lebih efisien karena menggunakan sumber daya maupun tenaga ahli yang dimiliki pada beberapa proyek sekaligus serta para personel dapat kembali ke organisasi induk semula apabila proyek telah selesai. Adapun beberapa kekurangan yang terdapat dalam bentuk organisasi proyek ini antara lain manajer proyek tidak dapat mengambil keputusan mengenai pelaksanaan pekerjaan dan kebutuhan personel karena keputusan tersebut merupakan wewenang dari pada departemen lain, terdapat tingkat ketergantungan yang tinggi antara proyek dan organisasi lain pendukung proyek serta terdapat dua jalur pelaporan bagi personel proyek karena personel proyek berada dibahwah komando pimpinan proyek dan departemen fungsional.

Organisasi Proyek Virtual

Organisasi proyek virtual adalah suatu bentuk organisasi proyek yang merupakan aliansi dari beberapa organisasi dengan tujuan untuk menghasilkan suatu produk tertentu. Struktur kolaborasi ini terdiri dari beberapa organisasi lain yang saling bekerjasama dan berada disekelilin perusahaan inti. Adapun beberapa kelebihan yang terdapat dalam susunan organisasi proyek virtual ini antara lain terjadi pengurangan biaya yang signifikan, cepat beradaptasi dengan pesatnya perkembangan teknologi serta adanya peningkatan terhadap fleksibilitas usaha. Sedangkan beberapa kekurangan yang terdapat dalam organisasi ini yakni proses koordinasi keprofesionalan dari berbagai organisasi yang berbeda dapat menjadi hambatan, terdapat potensi terjadinya kehilangan kontrol pada proyek serta terdapat potensi terjadinya konflik interpersonal.

Jenis-jenis Proyek

Proyek merupakan aktivitas yang bersifat temporer. Dalam pengerjaannya, selalu ada batasan (time, scope dan budget) yang mempengaruhi kesuksesan pelaksanaan proyek. Perubahan terhadap salah satu faktor akan mempengaruhi faktor yang lain. Seluruh aktivitas yang terdapat pada proyek merupakan sebuah mata rantai yang dimulai sejak dituangkannya ide, direncanakan, kemudian dilaksanakan, sampai benar-benar memberikan hasil yang sesuai dengan perencanaannya semula.
Dalam kehidupan sehari-hari, dapat terlihat berbagai jenis kegiatan proyek. Jenis-jenis kegiatan proyek tersebut secara garis besar terkait dengan pengkajian aspek ekonomi, keuangan, permasalahan lingkungan, desain engineering, marketing, manufaktur, dan lain-lain. Namun, pada kenyataannya, tidaklah dapat membagi-bagi proyek pada satu jenis tertentu saja, kerena pada umumnya kegiatan proyek merupakan kombinasi dari beberapa jenis kegiatan sekaligus. Akan tetapi, jika ditinjau dari aktivitas yang paling dominan yang dilakukan pada sebuah proyek, maka kita dapat mengkategorikan proyek sebagai berikut :
  • Proyek Engineering Kontruksi
    Dalam kegiatannya, aktivitas yang paling dominan yang dilakukan dalam proyek ini adalah pengkajian kelayakan, desain engineering, pengadaan dan konstruksi.
  • Proyek engineering Manufacture
    Secara garis besar, kegitan proyek ini meliputi seluruh kegitan yang bersifat untuk menghasilkan produk baru.
  • Proyek Pelayanan Manajemen
    Dalam pengerjaannya, aktivitas utama dalam proyek ini adalah merancang system informasi manajemen, merancang program efisiensi dan penghematan, diversifikasi, penggabungan dan pengambilalihan, memberikan bantuan emergency untuk daerah yang terkena musibag, merancang strategi untuk mengurangi kriminalitas dan penggunaan obat-obat terlarang dan lain-lain.
  • Proyek Penelitian dan Pengembangan
    Adapun aktivitas utama yang dilakukan dalam pelaksanaan proyek ini meliputi melakukan penelitian dan pengembangan suatu produk tertentu.
  • Proyek Kapital
    Secara umum, kegiatan yang dilakukan dalam proyek ini biasanya digunakan oleh sebuah badan usaha atau pemerintah, misalnya pembebasan tanah, penyiapan lahan dan pembelian material.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat juga ditarik suatu kesimpulan yaitu bahwa dalam suatu jenis proyek yang memiliki beberapa aktivitas sekaligus, maka pembagiannya merupakan kombinasi. Proyek pembuatan sumur minyak dan gas, jika ditinjau dari segi pembangunannya dapat dikategorikan sebagai proyek engineering konstruksi. Namun, dari seluruh tahapan dan biaya yang dibutuhkan pada pelaksanaannya dapat dikategorikan sebagai proyek capital.



manajemen pengetahuan

Manajemen Pengetahuan (Inggris: Knowledge management) adalah kumpulan perangkat, teknik, dan strategi untuk mempertahankan, menganalisis, mengorganisasi, meningkatkan, dan membagikan pengertian dan pengalaman. Pengertian dan pengalaman semacam itu terbangun atas pengetahuan, baik yang terwujudkan dalam seorang individu atau yang melekat di dalam proses dan aplikasi nyata suatu organisasi. Fokus dari MP adalah untuk menemukan cara-cara baru untuk menyalurkan data mentah ke bentuk informasi yang bermanfaat, hingga akhirnya menjadi pengetahuan.
Cut Zurnali[siapa?] (2008) mengemukakan istilah knowledge management pertama sekali digunakan oleh Wiig pada tahun 1986, saat menulis buku pertamanya mengenai topik Knowledge Management Foundations yang dipublikasikan pada tahun 1993. Akhir-akhir ini, konsep knowledge management mendapat perhatian yang luas. Hal ini menyatakan secara tidak langsung proses pentransformasian informasi dan intellectual assets ke dalam enduring value. Knowledge management merupakan kekhususan organisasi (organization-specific), ketika perhatian dasarnya adalah ekploitasi dan pengembangan organizational knowledge assets kepada tujuan-tujuan organisasi selanjutnya. Knowledge management bukan merupakan sesuatu yang lebih baik (better things), tapi untuk mengetahui bagaimana mengerjakan sesuatu dengan lebih baik (things better).
Kegiatan manajemen pengetahuan (MP) ini biasanya dikaitkan dengan tujuan organisasi semisal untuk mencapai suatu hasil tertentu seperti pengetahuan bersama, peningkatan kinerja, keunggulan kompetitif, atau tingkat inovasi yang lebih tinggi. Pada umumnya, motivasi organisasi untuk menerapkan MP antara lain:
  • Membuat pengetahuan terkait pengembangan produk dan jasa menjadi tersedia dalam bentuk eksplisit
  • Mencapai siklus pengembangan produk baru yang lebih cepat
  • Memfasilitasi dan mengelola inovasi dan pembelajaran organisasi
  • Mendaya-ungkit keahlian orang-orang di seluruh penjuru organisasi
  • Meningkatkan keterhubungan jejaring antara pribadi internal dan juga eksternal
  • Mengelola lingkungan bisnis dan memungkinkan para karyawan untuk mendapatkan pengertian dan gagasan yang relevan terkait pekerjaan mereka
  • Mengelola modal intelektual dan aset intelektual di tempat kerja
Pengetahuan bukanlah sekadar informasi. Pengetahuan bersarang bukan di wadah tempat disimpannya informasi (semisal basis data), melainkan berada di pengguna informasi bersangkutan. Terdapat beberapa hal yang membedakan antara pengetahuan, informasi, dan data. Memahami beda antara ketiganya sangatlah penting dalam memahami MP.
Transfer pengetahuan (salah satu aspek dari manajemen pengetahuan) dalam berbagai bentuk, telah sejak lama dilakukan. Contohnya adalah melalui diskusi sepadan dalam kerja, magang, perpustakaan perusahaan, pelatihan profesional, dan program mentoring. Walaupun demikian sejak akhir abad ke-20, teknologi tambahan telah diterapkan untuk melakukan tugas ini, seperti basis pengetahuan, sistem pakar, dan repositori pengetahuan.

Pengertian Manajemen Pengetahuan

Mengutip pendapat Henczel dalam Singh (2007), Cut Zurnali mengemukakan bahwa untuk mendefinisikan knowledge benar-benar sulit sebagaimana menggabungkan banyak intangibles seperti pengalaman (experience), intuisi (intuition), pertimbangan (judgement), keahlian (skill), dan pelajaran yang dipelajari (lessons learned), yang secara potensial memperbaiki berbagai tindakan. Knowledge merupakan keadaan kognitif pikiran yang dicapai dengan menggabungkan pemahaman dan kognisi (understanding and cognition). Hal ini sering ditunjukkan sebagai penyusunan dan pendokumentasian knowledge seperti patents, databases, manuals, reports, procedures, dan white papers.
Terdapat beberapa definisi manajemen pengetahuan, yang dirangkum Singh dalam Cut Zurnali (2008), yaitu:
  1. Menurut Dimttia dan Oder (2001), manajemen pengetahuan adalah mengenai penggalian dan pengorganisasian pengetahuan untuk mengembangkan organisasi yang menguntungkan dan lebih efisien. Secara terperinci Dimttia dan Oder memaparkan bahwa manajemen pengetahuan merupakan proses menangkap keahlian kolektif organisasional, di mana pun pengetahuan tersebut berada, baik di dalam database, pada paper-paper, atau di kepala orang, dan kemudian mendistribusikan pengetahuan tersebut ke mana pun agar dapat menghasilkan pencapaian yang terbesar.
  2. Menurut Wiig (1999), manajemen pengetahuan adalah bangunan sistematis, eksplisit dan disengaja, pembaharuan, dan aplikasi pengetahuan untuk memaksimalkan efektivitas yang berkenaan dengan pengetahuan organisasi dan pengembalian kembali aset pengetahuan organisasi.
  3. Menurut Townley (2001), manajemen pengetahuan adalah seperangkat proses menciptakan dan berbagi pengetahuan ke seluruh organisasi untuk mengoptimalkan pencapaian misi dan tujuan organisasi. Jadi, manajemen pengetahuan adalah mengenai meningkatkan penggunaan pengetahuan organisasional melalui praktik-praktik manajemen informasi dan pembelajaran organisasi untuk mencapai keunggulan kompetetitif dalam pengambilan keputusan.

Knowledge Management System Conceptual Model

Berdasarkan pendapat-pendapat Denise (2007), Nonaka and Takeuchi (1995), Sarvary (1999), Choo (1998), Davenport et al. (1998), dan Zarifian (1999), Cut Zurnali (2008) mencoba mengungkap model konseptual sistem knowledge management. Model yang dikemukakan memperhitungkan pengetahuan individual (individual knowledge) sebagai starting point bagi penciptaan pengetahuan keorganisasian . Dan sejak informasi telah menjadi bahan dasar (raw material) dari pegangan pengetahuan individual, maka ia merupakan landasan dasar dari organisasi pengetahuan (knowledge organization). Cut Zurnali (2008) menambahkan bahwa pengetahuan individual yang muncul merupakan kombinasi dari informasi, interpretasi, refleksi, dan pengalaman dalam sebuah konteks yang pasti (certain context). Selanjutnya perlu dipertimbangkan juga pentingnya mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan yang ada.

Oleh sebab itu, menurut Cut Zurnali (2008), pengetahuan individual diciptakan ketika informasi berjalan melalui proses internal yang mencakup interpretasi, refleksi dan menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang ada pada individu sehingga dapat diaplikasikan ke dalam situasi atau konteks baru. Agar mendorong individu memproses informasi untuk menciptakan pengetahuan, maka setiap proses pembelajaran harus punya arti. Sebuah sudut pandang yang jelas dari pengetahuan untuk dikembangkan merupakan sebuah keharusan untuk menstimulasi komitmen pada penciptaan dan pengoperasian pengetahuan tersebut. Pandangan bersama bekerja sebagai sebuah "mental map" yang menuntun para individu dalam tiga area yang berkorelasi, yaitu:
  1. The world in which they live (dunia tempat mereka hidup);
  2. The world in which they must live (dunia tempat mereka harus hidup); dan
  3. Knowledge that needs to be developed in order to follow the pathway between these two worlds (pengetahuan yang perlu untuk dikembangkan agar untuk mengikuti lorong antara kedua dunia tempat mereka hidup dan dunia tempat mereka harus hidup).

Lebih lanjut Cut Zurnali (2008) menambahkan bahwa untuk menciptakan pengetahuan organisasional maka pengetahuan individual (yang terdiri dari dua dimensi: a tacit dimension dan an explicit dimension) harus dieksternalisasikan. Penciptaan pengetahuan organisasional terjadi melalui konversi yang dikombinasikan dari setiap kedua dimensi, jadi mempromosikan pembelajaran kelompok dan penyebaran kepada seluruh level organisasional. Proses pentransformasian informasi ke dalam pengetahuan ditempatkan dalam tingkat internal individual, mencakup reflection, interpretation dan connection untuk later practical experimentation dalam konteks tepat.

Usaha keras organisasi untuk mengumpulkan dan menyediakan informasi tidak menjamin pemrosesan dan akses individual, oleh karena itu, tindakan yang menstimulasi akses dan menyebabkan pemrosesan informasi merupakan dasar dalam perputaran setiap tindakan praktis ke dalam perilaku alamiah untuk dimasukkan ke dalam sebuah budaya organisasional (the organisational culture). Pengetahuan individual harus ditransfer kepada individu dan kelompok lain agar dapat mempromosikan pengetahuan organisasional. Untuk ditransfer, pengetahuan harus dieksternalisasikan dengan memilikinya dan diinternalisasikan dengan kekurangannya, dengan penerapan utamanya pada tacit knowledge, sehinggai para kompetitor sulit menirunya. Nonaka and Takeuchi (1995) dalam Cut Zurnali (2008) menyatakan, transformasi pengetahuan individual ke dalam pengetahuan organisasional terjadi melalui sosialisasi (socialization), eksternalisasi (externalization), internalisasi (internalization) dan kombinasi (combination). Oleh karena itu setiap proses dapat menempatkan transformasi pengetahuan tersebut dari orang ke orang dan dari kelompok ke kelompok.

Oleh karena itu menurut Cut Zurnali (2008) tujuan dari knowledge management adalah untuk mengimplementasikan tindakan agar dapat memasok landasan pengetahuan organisasional yang untuk selanjutnya dapat mempromosikan pencapaian dari proses ketika landasan dari model konseptual knowledge management ditujukan. Menurut Cut Zurnali (2008), Model konseptual knowledge management menyajikan enam phase dari pelajaran pengetahuan yaitu:
  1. Penciptaan arti atau visi bersama dari tujuan pengembangan pengetahuan;
  2. Penyediaan informasi;
  3. Penginduksian pemrosesan internal bagi penciptaan pengetahuan individual;
  4. Pengkonversian pengetahuan individual ke dalam pembelajaran kelompok;
  5. Penyebaran pengetahuan ke level organisasional lainnya; dan
  6. Pengaplikasian pengetahuan secara praktis

Menurut Cut Zurnali (2008), cakupan yang muncul dari knowledge management secara luas memfokuskan pada tiga arus utama: Landasan pengetahuan (the nature of knowledge), aspek-aspek manajerial dan organisasional dari implementasinya (the organizational and managerial aspects of its implementation), dan cara dan maksud penciptaan dan penggunaan sistem pengelolaan pengetahuan (the ways and means of creating and utilizing knowledge management Systems).

Mengacu pada pendapat Nonaka and Takeuchi (1995), Day (2005), Jashapara (2005), dan Gupta, et. al.(2005), Cut Zurnali menambahkan bahwa arus the nature of knowledge diterima sebagai perbedaan antara eksplisit dan implisit dari pengetahuan. Porsi yang baik dari penelitian dalam knowledge management mengonsentrasikan pada cara ketika organisasi dapat mengekstrak dan menggunakan implicit knowledge. Arus aplikasi dan pengimplementasian manajerial dan organisasional pengetahuan dalam organisasi juga telah menaruh perhatian para periset. Sedikit model yang diajukan menggambarkan aliran pengetahuan dalam pengaturan organisasional.

Berdasarkan pendapat-pendapat Holsapple and Jones (2004, 2005), Rubenstein and Geisler (2003), dan Muthusamy and Palanisamy (2004), Cut Zurnali (2008) mengemukakan bahwa model rantai pengetahuan yang lebih advance yang menggambarkan aktivitas primer dan sekunder dari pengetahuan. Aktivitas primer meliputi, pembelian, penyeleksian, penghasilan, dan pengeluaran pengetahuan sedangkan aktivitas sekunder mencakup, pengukuran, pengontrolan, pengkoordinasiaan, dan kepemimpinan pengetahuan. Dalam model yang dikemukakan, disajikan usaha pengombinasian kedua kategori ini dari manfaat aktivitas organisasi dengan meningkatkan daya saing dalam lingkungan organisasi. Arus ke tiga, memfokuskan pada penciptaan, pengimplementasian dan penggunaan knowledge management systems, dipandang secara utama sebagai sebuah topik organisasi dari adopsi dan adaptasi, aliran penelitian ini juga mencakup pengujian pertambahan nilai dari adopsi dan pemanfaatan knowledge management systems.

Sistem Pakar (Expert System) dalam Knowledge Management

Sistem pakar (expert system) merupakan salah satu teknologi andalan dalam knowledge management, terutama melalui empat alur skema penerapan atau aplikasi dalam suatu organisasi, yaitu:
  1. Case-based reasoning (CBR) yang merupakan representasi knowledge berdasarkan pengalaman, termasuk kasus dan solusinya;
  2. Rule-based reasoning (RBR) mengandalkan serangkaian aturan-aturan yang merupakan representasi dari knowledge dan pengalaman karyawan/manusia dalam memecahkan kasus-kasus yang rumit yang sedang dihadapi;
  3. Model-based reasoning (MBR) melalui representasi knowledge dalam bentuk atribut, perilaku, antar hubungan maupun simulasi proses terbentuknya knowledge;
  4. Constraint-satisfaction reasoning yang merupakan kombinasi antara Rule-based reasoning (RBR) dan Model-based reasoning (MBR).

Di dalam konfigurasi yang demikian, dimungkinkan pengembangan knowledge management di salah satu unit organisasi dokumentasi dan informasi dalam bentuk:
  1. Proses mengoleksi, mengorganisasikan, mengklasifikasikan, dan mendiseminasikan (menyebarkan) knowledge ke seluruh unit kerja dalam suatu organisasi agar knowledge tersebut berguna bagi siapapun yang memerlukannya,
  2. Kebijakan, prosedur yang dipakai untuk mengoperasikan database dalam suatu jaringan intranet yang selalu up-to-date,
  3. Menggunakan ICT (Information and Communication Technology) yang tepat untuk menangkap knowledge yang terdapat di dalam pikiran individu sehingga knowledge itu bisa dengan mudah digunakan bersama dalam suatu organisasi,
  4. Adanya suatu lingkungan untuk pengembangan aplikasi sistem pakar (expert systems);
  5. Analisis informasi dalam databases, data mining atau data warehouse sehingga hasil analisis tersebut dapat segera diketahui dan dipakai oleh lembaga,
  6. Mengidentifikasi kategori knowledge yang diperlukan untuk mendukung lembaga, mentransformasikan basis knowledge ke basis yang baru,
  7. Mengkombinasikan pengindeksan, pencarian knowledge dengan pendekatan semantics atau syntacs,
  8. Mengorganisasikan dan menyediakan know-how yang relevan, kapan, dan bila mana diperlukan, mencakup proses, prosedur, paten, bahan rujukan, formula, best practices, prediksi dan cara-cara memecahkan masalah. Secara sederhana, intranet, groupware, atau bulletin boards adalah sarana yang memungkinkan lembaga menyimpan dan mendesiminasikan knowledge,
  9. Memetakan knowledge (knowledge mapping) pada suatu organisasi baik secara on-line atau off-line, pelatihan, dan perlengkapan akses ke knowledge.

Birkinsaw dalam Cut Zurnali (2008) juga menggaris bawahi tiga keadaan yang sangat memengaruhi berhasil atau tidaknya knowledge management yaitu:
  1. Penerapannya tidak hanya menghasilkan knowledge baru, tetapi juga untuk mendaur-ulang knowledge yang sudah ada.
  2. Teknologi informasi belum sepenuhnya bisa menggantikan fungsi-fungsi jaringan sosial antar anggota organisasi.
  3. Sebagian besar organisasi tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya mereka ketahui, banyak knowledge penting yang harus ditemukan lewat upaya-upaya khusus, padahal knowledge itu sudah dimiliki sebuah organisasi sejak lama.

Dengan demikian, knowledge management akan membuat berbagi informasi (shared information) tersebut menjadi bermanfaat. Knowledge management termasuk strategi dari tanggung jawab dan tindak lanjut (commitment), baik untuk meningkatkan efektivitas organisasi maupun untuk meningkatkan peluang/kesempatan.

Tujuan dari knowledge management adalah meningkatkan kemampuan organisasi untuk melaksanakan proses inti lebih efisien. Davenport et.al (1988) dalam Cut Zurnali (2008) menjelaskan sasaran umum dari sistem knowledge management dalam praktik adalah sebagai berikut:
  1. Menciptakan knowledge: Knowledge diciptakan seiring dengan manusia menentukan cara baru untuk melakukan sesuatu atau menciptakan know-how. Kadang-kadang knowledge eksternal dibawa ke dalam organisasi/institusi;
  2. Menangkap knowledge: Knowledge baru diidentifikasikan sebagai bernilai dan direpresentasikan dalam suatu cara yang masuk akal dan dapat dicerna;
  3. Menjaring knowledge: Knowledge baru harus ditempatkan dalam konteks agar dapat ditindaklanjuti. Hal ini menunjukkan kedalaman manusia (kualitas tacit) yang harus ditangkap bersamaan dengan fakta explicit;
  4. Menyimpan knowledge: Knowledge yang bermanfaat harus dapat disimpan dalam format yang baik dalam penyimpanan knowledge, sehingga orang lain dalam organisasi dapat mengaksesnya atau menggunakannya;
  5. Mengolah knowledge: Sebagaimana sebuah perpustakaan (library), knowledge harus dibuat up-to-date. Hal tersebut harus di review untuk menjelaskan apakah knowledge tersebut relevan atau akurat.
  6. Menyebarluaskan knowledge: Knowledge harus tersedia dalam format yang bermanfaat untuk semua orang atau anggota dalam organisasi yang memerlukan knowledge tersebut, di mana pun dan tersedia setiap saat.

Tipe Proyek Manajemen Pengetahuan

Studi yang dilakukan oleh Davenport (Davenport & De Long 1999) mengidentifikasi empat tipe besar proyek manajemen pengetahuan terkait pada titik tekan yang dimilikinya:

1. Menciptakan simpanan pengetahuan

Penekanannya adalah pada menangkap pengetahuan dan untuk memperlakukan pengetahuan sebagai suatu entitas yang terpisah dari orang-orang yang menciptakan dan menggunakannya. Maka yang dilakukan adalah membuat dokumen yang berisi pengetahuan yang telah direkam dan menyimpannya di suatu simpanan di mana dia bisa dengan mudah diakses.

2. Meningkatkan akses terhadap pengetahuan dan transfer atasnya

Menekankan pada aktivitas penyediaan akses ke pengetahuan atau memfasilitasi transfer pengetahuan antar individu. Dalam hal ini, kesulitannya biasanya terletak pada bagaimana menemukan orang dengan pengetahuan yang dibutuhkan dan lalu secara efektif mentransfernya ke orang lainnya. Hal ini juga akan tergantung pada peningkatan kapabilitas teknologi organisasi bersangkutan. Aktivitas dari proyek ini biasanya berbasis komunal, semisal berbentuk: komunitas online atau komunitas tatap muka, workshop, seminar, sistem konferensi video desktop, scan dokumen dan perangkat berbagi lainnya.

3. Menyuburkan lingkungan pengetahuan

Proyek ini terkait aktivitas membangun lingkungan berkontribusi untuk penciptaan, penyebaran, dan penggunaan pengetahuan yang lebih efektif. Aktivitas yang tercakup di sini semisal pembentukan kesadaran dan pembudayaan perhatian terkait pentingnya berbagi pengetahuan. Termasuk juga di dalamnya adalah bagaimana mengubah perilaku dan memberikan insentif untuk berbagi pengetahuan.

4. Mengelola pengetahuan sebagai suatu aset

Fokusnya di sini adalah pada memperlakukan pengetahuan sebagaimana aset lain di neraca keuangan. Namun sifat pengetahuan yang tidak secara konkret berwujud memang membuatnya sangat susah untuk ditransformasi dan diestimasi dalam konteks finansial.

Manajemen administrasi perkantoran & Manajemen hubungan pelanggan & manajemen pemasaran

Manajemen administrasi perkantoran

Manajemen administrasi perkantoran merupakan bagian dari manajemen yang memberikan informasi layanan bidang administrasi yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif dan memberi dampak kelancaran pada bidang lainnya.

Pengertian menurut para ahli

Edwin Robinson dan William Leffingwell 
"Manajemen Perkantoran dapat didefinisikan sebagai perencanaan, pengendalian, dan pengorganisasian pekerjaan perkantoran, serta penggerakkan mereka yang melaksanakannya agar mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan lebih dahulu."
George R. Terry  
"Manajemen perkantoran adalah perencanaan, pengendalian dan pengorganisasian pekerjaan perkantoran, serta penggerakan mereka yang melaksanakan agar mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan."
Millis Geoffrey 
"Manajemen kantor adalah seni membimbing personel kantor dalam menggunakan sarana yang sesuai dengan lingkungannya demi mencapai tujuan yang ditetapkan."
W.H. Evans 
"Administrasi perkantoran merupakan fungsi yang menyangkut manajemen dan pengarahan semua tahap operasi perusahaan mengenai pengolahan bahan keterangan, komunikasi, dan ingatan organisasi."'
Dengan demikian, pada pokoknya manajemen perkantoran merupakan rangkaian aktivitas merencanakan, mengorganisasi (mengatur dan menyusun), mengarahkan (memberikan arah dan petunjuk), mengawasi dan mengendalikan (melakukan kontrol) sampai menyelenggarakan secara tertib sesuai tujuan mengenai sesuatu hal atau kegiatan. Hal atau sasaran yang terkena oleh rangkaian kegiatan itu pada umumnya ialah pekerjaan perkantoran (office work). Yang termasuk pekerjaan perkantoran diantaranya:
  • mengetik (typing)
  • menghitung (calculating)
  • memeriksa (checking)
  • menyimpan warkat/arsip (filing)
  • menelepon (telephoning)
  • menggandakan (duplicating)
  • mengirim surat (mailing)
  • mengadakan
  • mencatat
  • menyortir

Aspek-aspek manajemen perkantoran

Dalam manajemen perkantoran terdapat berbagai fungsi yang meliputi rangkaian aktivitas antara lain:
  • Manajemen dan pengarahan
  • Tata laksana/penyelenggaraan
  • Pelaksana secara efisien
  • Manajemen
  • Pengawasan
  • Pengendalian dan pengawasan
  • Pengarahan dan pengawasan
  • Pengarahan
  • Perencanaan, pengendalian dan pengorganisasian
Faktor-faktor menurut Edwin Robinson menyebutkan :
  • pegawai
  • Material perlengkapan
  • Persayaratan
  • Metode
Sedangkan fungsi-fungsi yang terkait lainnya menurut H.Mac Donald (office management) bertalian dengan 6 hal yaitu :
  • Kepegawaian perkantoran (office personel)
  • Metode perkantoran (office methods)
  • Perlengkapan perkantoran (office equipment)
  • Faktor-faktor fisik dalam kantor (Physical factor)love
  • Biaya perkantoran (office costs)
  • Haluan atau kebijakan perkantoran (office policies)
Perincian selengkapnya mengenai cakupan bidang kerja dalam manajemen perkantoran oleh Charles O Libbey meliputi :
  • ruang perkantoran (office space)
  • komunikasi (communications)
  • kepegawaian kantor (office personnel)
  • perabotan danperlengkapan kantor (furniture and equipment)
  • peralatan dan mesin (appliance and machine)
  • perbekalan dan alat tulis (supplies and stationery)
  • metode (methods)
  • tata warkat (records)
  • kontrol pejabat pimpinan (executive controls)

Tujuan

Tujuan manajemen perkantoran menurut GR Terry dalam bukunya yang berjudul Office Management and Control, yaitu[1]:
  • Memberikan semua keterangan yang lengkap dan diperlukan siapa saja, kapan dan di mana hal itu diperlukan untuk pelaksanaan perusahaan secara efisien
  • Memberikan catatan dan laporan yang cukup dengan biaya serendah-rendahnya.
  • Membantu perusahaan memelihara persaingan.
  • Memberikan pekerjaan ketatausahaan yang cermat
  • Membuat catatan dengan biaya minimal

Kegiatan

Kegiatan manajemen administrasi antara lain :
  1. Pengadministrasian seluruh kegiatan
  2. Menginventarisasi peralatan kantor
  3. Penyediaan informasi yang dibutuhkan untuk kepentingan manajemen.
  4. Melakukan pengarsipan data sehingga mudah untuk diakses oleh yang membutuhkan.
  5. Melakukan pengadaan file .

Manajemen hubungan pelanggan

 Pengertian lain mengatakan bahwa ia adalah sebuah sistem informasi yang terintegrasi yang digunakan untuk merencanakan, menjadwalkan, dan mengendalikan aktivitas-aktivitas prapenjualan dan pascapenjualan dalam sebuah organisasi. CRM melingkupi semua aspek yang berhubungan dengan calon pelanggan dan pelanggan saat ini, termasuk di dalamnya adalah pusat panggilan (call center), tenaga penjualan (sales force), pemasaran, dukungan teknis (technical support) dan layanan lapangan (field service).

Sasaran dan Tujuan

Sasaran utama dari CRM adalah untuk meningkatkan pertumbuhan jangka panjang dan profitabilitas perusahaan melalui pengertian yang lebih baik terhadap kebiasaan (behavior) pelanggan. CRM bertujuan untuk menyediakan umpan balik yang lebih efektif dan integrasi yang lebih baik dengan pengendalian return on investment (ROI) di area ini.
Otomasi Tenaga Penjualan (Sales force automation/SFA), yang mulai tersedia pada pertengahan tahun 80-an adalah komponen pertama dari CRM. SFA membantu para sales representative untuk mengatur account dan track opportunities mereka, mengatur daftar kontak yang mereka miliki, mengatur jadwal kerja mereka, memberikan layanan training online yang dapat menjadi solusi untuk training jarak jauh, serta membangun dan mengawasi alur penjualan mereka, dan juga membantu mengoptimalkan penyampaian informasi dengan news sharing.SFA, pusat panggilan (bahasa inggris:call center) dan operasi lapangan otomatis ada dalam jalur yang sama dan masuk pasaran pada akhir tahun 90-an mulai bergabung dengan pasar menjadi CRM. Sama seperti ERP (bahasa Inggris:Enterprise Resource Planning), CRM adalah sistem yang sangat komprehensif dengan banyak sekali paket dan pilihan.
Merujuk kepada Glen Petersen, penulis buku "ROI: Building the CRM Business Case," sistem CRM yang paling sukses ditemukan dalam organisasi yang menyesuaikan model bisnisnya untuk profitabilitas, bukan hanya merancang ulang sistem informasinya.
CRM mencakup metoda dan teknologi yang digunakan perusahaan untuk mengelola hubungan mereka dengan pelanggan. Informasi yang disimpan untuk setiap pelanggan dan calon pelanggan dianalisa dan digunakan untuk tujuan ini. Proses otomasi dalam CRM digunakan untuk menghasilkan personalisasi pemasaran otomatis berdasarkan informasi pelanggan yang tersimpan di dalam sistem.

Fungsi-fungsi dalam CRM

Sebuah sistem CRM harus bisa menjalankan fungsi:
  • Mengidentifikasi faktor-faktor yang penting bagi pelanggan.
  • Mengusung falsafah customer-oriented (customer centric)
  • Mengadopsi pengukuran berdasarkan sudut pandang pelanggan
  • Membangun proses ujung ke ujung dalam melayani pelanggan
  • Menyediakan dukungan pelanggan yang sempurna
  • Menangani keluhan/komplain pelanggan
  • Mencatat dan mengikuti semua aspek dalam penjualan
  • Membuat informasi holistik tentang informasi layanan dan penjualan dari pelanggan.

Mengimplementasikan CRM

Customer relationship management adalah strategi tingkat korporasi, yang berfokus pada pembangunan dan pemeliharaan hubungan dengan pelanggan. Beberapa paket perangkat lunak telah tersedia dengan pendekatan yang berbeda-beda terhadap CRM. Bagaimanapun, CRM bukanlah teknologi itu sendiri, tapi ia adalah pendekatan holistik terhadap falsafah organisasi, yang menekankan hubungan yang erat dengan pelanggan. CRM mengurus filosofi organisasi pada semua tingkatan, termasuk kebijakan dan proses, customer service, pelatihan pegawai, pemasaran, dana manajemen sistem dan informasi. Sistem CRM mengintegrasikan pemasaran, penjualan, dan customer service dari ujung ke ujung.

Permasalahan Implementasi CRM

Naiknya pendapatan, kepuasan konsumen, dan lebih sedikitnya biaya operasi adalah beberapa keuntungan dari teknologi pada sebuah perusahaan. Namun implementasi akan turun drastis jika salah satu dari aspek ini diabaikan:
  • Perencanaan: Langkah awal akan bisa dengan mudah gagal jika usaha untuk memilih dan meluncurkan perangkat lunak tidak maksimal.
  • Integrasi: Integrasi dengan kebutuhan konsumen akan memenuhi kebutuhan yang amat penting, yaitu peningkatan proses menyangkut klien/konsumen. Perusahaan yang memberi sedikit atau tidak ada integrasi sama sekali dengan konsumen, akan membuat kepuasan konsumen menurun secara drastis.
  • Pemecahan Masalah: menyingkirkan metode pemecahan masalah yang dipusatkan pada satu pihak. Para ahli menyarakan perusahaan2 agar meningkatkan integrasi dengan konsumen. Metode pemecahan masalah yang bersifat sentralis harus dibuang demi berbagi informasi tentang pemasaran, penjualan, dan servis.

Manajemen pemasaran


Manajemen Pemasaran adalah salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan perusahaannya, berkembang, dan mendapatkan laba. Proses pemasaran itu dimulai jauh sebelum barang-barang diproduksi, dan tidak berakhir dengan penjualan. Kegiatan pemasaran perusahaan harus juga memberikan kepuasan kepada konsumen jika menginginkan usahanya berjalan terus, atau konsumen mempunyai pandangan yang lebih baik terhadap perusahaan (Dharmmesta & Handoko, 1982).
Secara definisi, Manajemen Pemasaran adalah penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program-program yang bertujuan menimbulkan pertukaran dengan pasar yang dituju dengan maksud untuk mencapai tujuan perusahaan (Kotler, 1980).
Perusahaan yang sudah mulai mengenal bahwa pemasaran merupakan faktor penting untuk mencapai sukses usahanya, akan mengetahui adanya cara dan falsafah baru yang terlibat di dalamnya. Cara dan falsafah baru ini disebut "Konsep Pemasaran".

Konsep pemasaran

Sebagai falsafah bisnis, konsep pemasaran bertujuan memberikan kepuasan terhadap keinginan dan berorientasi kepada kebutuhan konsumen. Hal ini secara asasi berbeda dengan falsafah bisnis terdahulu yang berorientasi pada produk, dan penjualan.
Secara definitif dapatlah dikatakan bahwa: Konsep Pemasaran adalah sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan (Stanton, 1978).
Tiga unsur konsep pemasaran:
  1. Orientasi pada Konsumen
  2. Penyusunan kegiatan pemasaran secara integral
  3. Kepuasan Konsumen




 

manajemen

Manajemen adalah seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi Mary Parker Follet ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal.

Etimologi

Kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang memiliki arti "seni melaksanakan dan mengatur."
Kata manajemen mungkin berasal dari bahasa Italia (1561) maneggiare yang berarti "mengendalikan," terutama dalam konteks mengendalikan kuda, yang berasal dari bahasa latin manus yang berarti "tangan". Bahasa Prancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris menjadi ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.

Sejarah

Banyak kesulitan yang terjadi dalam melacak sejarah manajemen, namun diketahui bahwa ilmu manajemen telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan dengan adanya piramida di Mesir.Piramida tersebut dibangun oleh lebih dari 100.000 orang selama 20 tahun. Piramida Giza tak akan berhasil dibangun jika tidak ada seseorang—tanpa memedulikan apa sebutan untuk manajer ketika itu—yang merencanakan apa yang harus dilakukan, mengorganisir manusia serta bahan bakunya, memimpin dan mengarahkan para pekerja, dan menegakkan pengendalian tertentu guna menjamin bahwa segala sesuatunya dikerjakan sesuai rencana

Piramida di Mesir. Pembangunan piramida ini tak mungkin terlaksana tanpa adanya seseorang yang merencanakan, mengorganisasikan dan menggerakan para pekerja, dan mengontrol pembangunannya.
 
Praktik-praktik manajemen lainnya dapat disaksikan selama tahun 1400-an di kota Venesia, Italia, yang ketika itu menjadi pusat perekonomian dan perdagangan. Penduduk Venesia mengembangkan bentuk awal perusahaan bisnis dan melakukan banyak kegiatan yang lazim terjadi di organisasi modern saat ini. Sebagai contoh, di gudang senjata Venesia, kapal perang diluncurkan sepanjang kanal; pada tiap-tiap perhentian, bahan baku dan tali layar ditambahkan ke kapal tersebut. Hal ini mirip dengan model lini perakitan yang dikembangkan oleh Henry Ford untuk merakit mobil-mobilnya. Selain lini perakitan, orang Venesia memiliki sistem penyimpanan dan pergudangan untuk memantau isinya, manajemen sumber daya manusia untuk mengelola angkatan kerja, dan sistem akuntansi untuk melacak pendapatan dan biaya.
Daniel Wren membagi evolusi pemikiran manajemen dalam empat fase, yaitu pemikiran awal, era manajemen sains, era manusia sosial, dan era modern.

Pemikiran awal

Sebelum abad ke-20, terjadi dua peristiwa penting dalam ilmu manajemen. Peristiwa pertama terjadi pada tahun 1776, ketika Adam Smith menerbitkan sebuah doktrin ekonomi klasik, The Wealth of Nation. Dalam bukunya itu, ia mengemukakan keunggulan ekonomis yang akan diperoleh organisasi dari pembagian kerja (division of labor), yaitu perincian pekerjaan ke dalam tugas-tugas yang spesifik dan berulang. Dengan menggunakan industri pabrik peniti sebagai contoh, Smith mengatakan bahwa dengan sepuluh orang—masing-masing melakukan pekerjaan khusus—perusahaan peniti dapat menghasilkan kurang lebih 48.000 peniti dalam sehari. Akan tetapi, jika setiap orang bekerja sendiri menyelesaikan tiap-tiap bagian pekerjaan, sudah sangat hebat bila mereka mampu menghasilkan dua puluh peniti sehari. Smith menyimpulkan bahwa pembagian kerja dapat meningkatkan produktivitas dengan (1) meningkatnya keterampilan dan kecekatan tiap-tiap pekerja, (2) menghemat waktu yang terbuang dalam pergantian tugas, dan (3) menciptakan mesin dan penemuan lain yang dapat menghemat tenaga kerja.
Peristiwa penting kedua yang memengaruhi perkembangan ilmu manajemen adalah Revolusi Industri di Inggris. Revolusi Industri menandai dimulainya penggunaan mesin, menggantikan tenaga manusia, yang berakibat pada pindahnya kegiatan produksi dari rumah-rumah menuju tempat khusus yang disebut "pabrik." Perpindahan ini mengakibatkan manajer-manajer ketika itu membutuhkan teori yang dapat membantu mereka meramalkan permintaan, memastikan cukupnya persediaan bahan baku, memberikan tugas kepada bawahan, mengarahkan kegiatan sehari-hari, dan lain-lain, sehingga ilmu manajamen mulai dikembangkan oleh para ahli.

Era manajemen ilmiah

Frederick Winslow Taylor.
 
Era ini ditandai dengan berkembangnya perkembangan ilmu manajemen dari kalangan insinyur—seperti Henry Towne, Frederick Winslow Taylor, Frederick A. Halsey, dan Harrington Emerson Manajemen ilmiah dipopulerkan oleh Frederick Winslow Taylor dalam bukunya, Principles of Scientific Management, pada tahun 1911. Taylor mendeskripsikan manajemen ilmiah sebagai "penggunaan metode ilmiah untuk menentukan cara terbaik dalam menyelesaikan suatu pekerjaan." Beberapa penulis seperti Stephen Robbins menganggap tahun terbitnya buku ini sebagai tahun lahirya teori manajemen modern.
Perkembangan manajemen ilmiah juga didorong oleh munculnya pemikiran baru dari Henry Gantt dan keluarga Gilberth. Henry Gantt. yang pernah bekerja bersama Taylor di Midvale Steel Company, menggagas ide bahwa seharusnya seorang mandor mampu memberi pendidikan kepada karyawannya untuk bersifat rajin (industrious ) dan kooperatif. Ia juga mendesain sebuah grafik untuk membantu manajemen yang disebut sebagai Gantt chart yang digunakan untuk merancang dan mengontrol pekerjaan. Sementara itu, pasangan suami-istri Frank dan Lillian Gilbreth berhasil menciptakan micromotion, sebuah alat yang dapat mencatat setiap gerakan yang dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu yang dihabiskan untuk melakukan setiap gerakan tersebut. Alat ini digunakan untuk menciptakan sistem produksi yang lebih efesien.
Era ini juga ditandai dengan hadirnya teori administratif, yaitu teori mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh para manajer dan bagaimana cara membentuk praktik manajemen yang baik. Pada awal abad ke-20, seorang industriawan Perancis bernama Henri Fayol mengajukan gagasan lima fungsi utama manajemen: merancang, mengorganisasi, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan Fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang. Selain itu, Henry Fayol juga mengagas 14 prinsip manajemen yang merupakan dasar-dasar dan nilai yang menjadi inti dari keberhasilan sebuah manajemen.
Sumbangan penting lainnya datang dari ahli sosilogi Jerman Max Weber. Weber menggambarkan suatu tipe ideal organisasi yang disebut sebagai birokrasi—bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian kerja, hierarki yang didefinisikan dengan jelas, peraturan dan ketetapan yang rinci, dan sejumlah hubungan yang impersonal. Namun, Weber menyadari bahwa bentuk "birokrasi yang ideal" itu tidak ada dalam realita. Dia menggambarkan tipe organisasi tersebut dengan maksud menjadikannya sebagai landasan untuk berteori tentang bagaimana pekerjaan dapat dilakukan dalam kelompok besar. Teorinya tersebut menjadi contoh desain struktural bagi banyak organisasi besar sekarang ini.
Perkembangan selanjutnya terjadi pada tahun 1940-an ketika Patrick Blackett melahirkan ilmu riset operasi, yang merupakan kombinasi dari teori statistika dengan teori mikroekonomi. Riset operasi, sering dikenal dengan "manajemen sains", mencoba pendekatan sains untuk menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di bidang logistik dan operasi. Pada tahun 1946, Peter F. Drucker—sering disebut sebagai Bapak Ilmu Manajemen—menerbitkan salah satu buku paling awal tentang manajemen terapan: "Konsep Korporasi" (Concept of the Corporation). Buku ini muncul atas ide Alfred Sloan (chairman dari General Motors) yang menugaskan penelitian tentang organisasi.

Era manusia sosial

Era manusia sosial ditandai dengan lahirnya mahzab perilaku (behavioral school) dalam pemikiran manajemen di akhir era manajemen sains. Mahzab perilaku tidak mendapatkan pengakuan luas sampai tahun 1930-an. Katalis utama dari kelahiran mahzab perilaku adalah serangkaian studi penelitian yang dikenal sebagai eksperimen Hawthorne.
Eksperimen Hawthorne dilakukan pada tahun 1920-an hingga 1930-an di Pabrik Hawthorne milik Western Electric Company Works di Cicero, Illenois.[3] Kajian ini awalnya bertujuan mempelajari pengaruh berbagai macam tingkat penerangan lampu terhadap produktivitas kerja. Hasil kajian mengindikasikan bahwa ternyata insentif seperti jabatan, lama jam kerja, periode istirahat, maupun upah lebih sedikit pengaruhnya terhadap output pekerja dibandingkan dengan tekanan kelompok, penerimaan kelompok, serta rasa aman yang menyertainya. Peneliti menyimpulkan bahwa norma-norma sosial atau standar kelompok merupakan penentu utama perilaku kerja individu.[9]
Kontribusi lainnya datang dari Mary Parker Follet. Follett (1868–1933) yang mendapatkan pendidikan di bidang filosofi dan ilmu politik menjadi terkenal setelah menerbitkan buku berjudul Creative Experience pada tahun 1924. Follet mengajukan suatu filosifi bisnis yang mengutamakan integrasi sebagai cara untuk mengurangi konflik tanpa kompromi atau dominasi. Follet juga percaya bahwa tugas seorang pemimpin adalah untuk menentukan tujuan organisasi dan mengintegrasikannya dengan tujuan individu dan tujuan kelompok. Dengan kata lain, ia berpikir bahwa organisasi harus didasarkan pada etika kelompok daripada individualisme. Dengan demikian, manajer dan karyawan seharusnya memandang diri mereka sebagai mitra, bukan lawan.
Pada tahun 1938, Chester Barnard (1886–1961) menulis buku berjudul The Functions of the Executive yang menggambarkan sebuah teori organisasi dalam rangka untuk merangsang orang lain memeriksa sifat sistem koperasi. Melihat perbedaan antara motif pribadi dan organisasi, Barnard menjelaskan dikotonomi "efektif-efisien". Menurut Barnard, efektivitas berkaitan dengan pencapaian tujuan, dan efisiensi adalah sejauh mana motif-motif individu dapat terpuaskan. Dia memandang organisasi formal sebagai sistem terpadu yang menjadikan kerjasama, tujuan bersama, dan komunikasi sebagai elemen universal, sementara itu pada organisasi informal, komunikasi, kekompakan, dan pemeliharaan perasaan harga diri lebih diutamakan. Barnard juga mengembangkan teori "penerimaan otoritas" yang didasarkan pada gagasan bahwa atasan hanya memiliki kewenangan jika bawahan menerima otoritasnya.

Era modern

Era modern ditandai dengan hadirnya konsep manajemen kualitas total (total quality management—TQM) pada abad ke-20 yang diperkenalkan oleh beberapa guru manajemen, yang paling terkenal di antaranya W. Edwards Deming (1900–1993) and Joseph Juran (lahir 1904).
Deming, orang Amerika, dianggap sebagai Bapak Kontrol Kualitas di Jepang. Deming berpendapat bahwa kebanyakan permasalahan dalam kualitas bukan berasal dari kesalahan pekerja, melainkan sistemnya. Ia menekankan pentingnya meningatkan kualitas dengan mengajukan teori lima langkah reaksi berantai. Ia berpendapat bila kualitas dapat ditingkatkan, (1) biaya akan berkurang karena berkurangnya biaya perbaikan, sedikitnya kesalahan, minimnya penundaan, dan pemanfaatan yang lebih baik atas waktu dan material; (2) produktivitas meningkat; (3) pangsa pasar meningkat karena peningkatan kualitas dan penurunan harga; (4) profitabilitas perusahaan peningkat sehingga dapat bertahan dalam bisnis; (5) jumlah pekerjaan meningkat. Deming mengembangkan 14 poin rencana untuk meringkas pengajarannya tentang peningkatan kualitas.
Kontribusi kedua datang dari Joseph Juran. Ia menyatakan bahwa 80 persen cacat disebabkan karena faktor-faktor yang sebenarnya dapat dikontrol oleh manajemen. Dari teorinya, ia mengembangkan trilogi manajemen yang memasukkan perencanaan, kontrol, dan peningkatan kualitas. Juran mengusulkan manajemen untuk memilih satu area yang mengalami kontrol kualitas yang buruk. Area tersebut kemudian dianalisis, kemudian dibuat solusi dan diimplementasikan.

Teori

Manajemen ilmiah

Manajemen ilmiah kemudian dikembangkan lebih jauh oleh pasangan suami-istri Frank dan Lillian Gilbreth. Keluarga Gilbreth berhasil menciptakan micromotion yang dapat mencatat setiap gerakan yang dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu yang dihabiskan untuk melakukan setiap gerakan tersebut. Gerakan yang sia-sia yang luput dari pengamatan mata telanjang dapat diidentifikasi dengan alat ini, untuk kemudian dihilangkan. Keluarga Gilbreth juga menyusun skema klasifikasi untuk memberi nama tujuh belas gerakan tangan dasar (seperti mencari, menggenggam, memegang) yang mereka sebut Therbligs (dari nama keluarga mereka, Gilbreth, yang dieja terbalik dengan huruf th tetap). Skema tersebut memungkinkan keluarga Gilbreth menganalisis cara yang lebih tepat dari unsur-unsur setiap gerakan tangan pekerja.
Skema itu mereka dapatkan dari pengamatan mereka terhadap cara penyusunan batu bata. Sebelumnya, Frank yang bekerja sebagai kontraktor bangunan menemukan bahwa seorang pekerja melakukan 18 gerakan untuk memasang batu bata untuk eksterior dan 18 gerakan juga untuk interior. Melalui penelitian, ia menghilangkan gerakan-gerakan yang tidak perlu sehingga gerakan yang diperlukan untuk memasang batu bata eksterior berkurang dari 18 gerakan menjadi 5 gerakan. Sementara untuk batu bata interior, ia mengurangi secara drastis dari 18 gerakan hingga menjadi 2 gerakan saja. Dengan menggunakan teknik-teknik Gilbreth, tukang baku dapat lebih produktif dan berkurang kelelahannya di penghujung hari.

Pendekatan kuantitatif

Pendekatan kuantitatif adalah penggunaan sejumlah teknik kuantitatif—seperti statistik, model optimasi, model informasi, atau simulasi komputer—untuk membantu manajemen mengambil keputusan. Sebagai contoh, pemrograman linear digunakan para manajer untuk membantu mengambil kebijakan pengalokasian sumber daya; analisis jalur kritis (Critical Path Analysis) dapat digunakan untuk membuat penjadwalan kerja yang lebih efesien; model kuantitas pesanan ekonomi (economic order quantity model) membantu manajer menentukan tingkat persediaan optimum; dan lain-lain.
Pengembangan kuantitatif muncul dari pengembangan solusi matematika dan statistik terhadap masalah militer selama Perang Dunia II. Setelah perang berakhir, teknik-teknik matematika dan statistika yang digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan militer itu diterapkan di sektor bisnis. Pelopornya adalah sekelompok perwira militer yang dijuluki "Whiz Kids." Para perwira yang bergabung dengan Ford Motor Company pada pertengahan 1940-an ini menggunakan metode statistik dan model kuantitatif untuk memperbaiki pengambilan keputusan di Ford.

Klasifikasi

Ada 6 macam teori manajamen diantaranya:
  • Aliran klasik: Aliran ini mendefinisikan manajemen sesuai dengan fungsi-fungsi manajemennya. Perhatian dan kemampuan manajemen dibutuhkan pada penerapan fungsi-fungsi tersebut.
  • Aliran perilaku: Aliran ini sering disebut juga aliran manajemen hubungan manusia. Aliran ini memusatkan kajiannya pada aspek manusia dan perlunya manajemen memahami manusia.
  • Aliran manajemen Ilmiah: aliran ini menggunakan matematika dan ilmu statistika untuk mengembangkan teorinya. Menurut aliran ini, pendekatan kuantitatif merupakan sarana utama dan sangat berguna untuk menjelaskan masalah manajemen.
  • Aliran analisis sistem: Aliran ini memfokuskan pemikiran pada masalah yang berhubungan dengan bidang lain untuk mengembangkan teorinya.
  • Aliran manajemen berdasarkan hasil: Aliran manajemen berdasarkan hasil diperkenalkan pertama kali oleh Peter Drucker pada awal 1950-an. Aliran ini memfokuskan pada pemikiran hasil-hasil yang dicapai bukannya pada interaksi kegiatan karyawan.
  • Aliran manajemen mutu: Aliran manajemen mutu memfokuskan pemikiran pada usaha-usaha untuk mencapai kepuasan pelanggan atau konsumen.

Fungsi

Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi tiga, yaitu:
  1. Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
  2. Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, dan pada tingkatan mana keputusan harus diambil.
  3. Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha.

Sarana

Man dan machine, dua sarana manajemen.
 
Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan alat-alat sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 6M, yaitu men, money, materials, machines, method, dan markets.
Man merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan.
Money atau Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.
Material terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki.
Machine atau Mesin digunakan untuk memberi kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja.
Metode adalah suatu tata cara kerja yang memperlancar jalannya pekerjaan manajer. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri.
Market atau pasar adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan (memasarkan) produknya. Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen.

Prinsip

Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur dalam arti bahwa perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang berubah. Menurut Henry Fayol, seorang pencetus teori manajemen yang berasal dari Perancis, prinsip-prinsip umum manajemen ini terdiri dari:[13]
  1. Pembagian kerja (division of work)
  2. Wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility)
  3. Disiplin (discipline)
  4. Kesatuan perintah (unity of command)
  5. Kesatuan pengarahan (unity of direction)
  6. Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri (subordination of individual interests to the general interests)
  7. Pembayaran upah yang adil (renumeration)
  8. Pemusatan (centralisation)
  9. Hirarki (hierarchy)
  10. Tata tertib (order)
  11. Keadilan (equity)
  12. Stabilitas kondisi karyawan (stability of tenure of personnel)
  13. Inisiatif (Inisiative)
  14. Semangat kesatuan (esprits de corps)

Manajer

Manajer adalah seseorang yang bekerja melalui orang lain dengan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka guna mencapai sasaran organisasi

Tingkatan manajer

Pada organisasi berstruktur tradisional, manajer sering dikelompokan menjadi manajer puncak, manajer tingkat menengah, dan manajer lini pertama (biasanya digambarkan dengan bentuk piramida, di mana jumlah karyawan lebih besar di bagian bawah daripada di puncak).
Manejemen lini pertama (first-line management), dikenal pula dengan istilah manajemen operasional, merupakan manajemen tingkatan paling rendah yang bertugas memimpin dan mengawasi karyawan non-manajerial yang terlibat dalam proses produksi. Mereka sering disebut penyelia (supervisor), manajer shift, manajer area, manajer kantor, manajer departemen, atau mandor (foreman).
Manajemen tingkat menengah (middle management) mencakup semua manajemen yang berada di antara manajer lini pertama dan manajemen puncak dan bertugas sebagai penghubung antara keduanya. Jabatan yang termasuk manajer menengah di antaranya kepala bagian, pemimpin proyek, manajer pabrik, atau manajer divisi.
Manajemen puncak (top management), dikenal pula dengan istilah executive officer, bertugas merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan secara umum dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top manajemen adalah CEO (Chief Executive Officer), CIO (Chief Information Officer), dan CFO (Chief Financial Officer).
Meskipun demikian, tidak semua organisasi dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan menggunakan bentuk piramida tradisional ini. Misalnya pada organisasi yang lebih fleksibel dan sederhana, dengan pekerjaan yang dilakukan oleh tim karyawan yang selalu berubah, berpindah dari satu proyek ke proyek lainnya sesuai dengan permintaan pekerjaan.

Peran manajer

Henry Mintzberg, seorang ahli riset ilmu manajemen, mengemukakan bahwa ada sepuluh peran yang dimainkan oleh manajer di tempat kerjanya. Ia kemudian mengelompokan kesepuluh peran itu ke dalam tiga kelompok. yang pertama adalah peran antar pribadi, yaitu melibatkan orang dan kewajiban lain, yang bersifat seremonial dan simbolis. Peran ini meliputi peran sebagai figur untuk anak buah, pemimpin, dan penghubung. Yang kedua adalah peran informasional, meliputi peran manajer sebagai pemantau dan penyebar informasi, serta peran sebagai juru bicara. Yang ketiga adalah peran pengambilan keputusan, meliputi peran sebagai seorang wirausahawan, pemecah masalah, pembagi sumber daya, dan perunding.
Mintzberg kemudian menyimpulkan bahwa secara garis besar, aktivitas yang dilakukan oleh manajer adalah berinteraksi dengan orang lain.

Keterampilan manajer

Gambar ini menunjukan keterampilan yang dibutuhkan manajer pada setiap tingkatannya.
 
Robert L. Katz pada tahun 1970-an mengemukakan bahwa setiap manajer membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar. Ketiga keterampilan tersebut adalah:
  1. Keterampilan konseptual (conceptional skill)
    Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau planning. Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan keterampilan untuk membuat rencana kerja.
  2. Keterampilan berhubungan dengan orang lain (humanity skill)
    Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan. Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan bersikap terbuka kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi diperlukan, baik pada tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah.
  3. Keterampilan teknis (technical skill)
    Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya menggunakan program komputer, memperbaiki mesin, membuat kursi, akuntansi dan lain-lain.
Selain tiga keterampilan dasar di atas, Ricky W. Griffin menambahkan dua keterampilan dasar yang perlu dimiliki manajer, yaitu:
  1. Keterampilan manajemen waktu
    Merupakan keterampilan yang merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana. Griffin mengajukan contoh kasus Lew Frankfort dari Coach. Pada tahun 2004, sebagai manajer, Frankfort digaji $2.000.000 per tahun. Jika diasumsikan bahwa ia bekerja selama 50 jam per minggu dengan waktu cuti 2 minggu, maka gaji Frankfort setiap jamnya adalah $800 per jam—sekitar $13 per menit. Dari sana dapat kita lihat bahwa setiap menit yang terbuang akan sangat merugikan perusahaan. Kebanyakan manajer, tentu saja, memiliki gaji yang jauh lebih kecil dari Frankfort. Namun, waktu yang mereka miliki tetap merupakan aset berharga, dan menyianyiakannya berarti membuang-buang uang dan mengurangi produktivitas perusahaan.
  2. Keterampilan membuat keputusan
    Merupakan kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan adalah yang paling utama bagi seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Griffin mengajukan tiga langkah dalam pembuatan keputusan. Pertama, seorang manajer harus mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat diambil untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik. Dan terakhir, manajer harus mengimplementasikan alternatif yang telah ia pilih serta mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar.

Etika

Etika manajerial adalah standar prilaku yang memandu manajer dalam pekerjaan mereka. Ada tiga kategori klasifikasi menurut Ricky W. Griffin:
  • Perilaku terhadap karyawan
  • Perilaku terhadap organisasi
  • Perilaku terhadap agen ekonomi lainnya

Bidang manajemen